CERDAS CERMAT UUD DAN KETETAPAN MPR
TINGKAT PROVINSI, Sulawesi Tengah
2010

Babak Tematik
1. Jelaskan mengapa pasangan calon presiden dan wakil presiden harus diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum, dan apakah ketentuan itu menghalangi seseorang yang tidak menjadi anggota partai politik untuk menjadi calon presiden dan calon wakil presiden!
• mewujudkan fungsi dari partai politik yaitu sebagai pemersatu seluruh aspirasi dan kristalisasi dari aspirasi masyarakat
• memenuhi paham kesatuan, kebersamaan, dan kesepahaman dari partai politik di Indonesia
• mewujudkan NKRI
• Yang bukan anggota parpol, dapat menjadi presiden dan wakil presiden namun harus diusulkan oleh partai politik, dimaksudkan agar pasangan calon memperoleh estimasi yang kuat dari rakyat

2. Jelaskan latar belakang ditetapkannya Ketetapan MPR No.VI/MPR/2000 tentang pemisahan TNI dan POLRI, serta sebutkan pula substansi dan amanat dari ketetapan MPR tsb!
• Substansi : pembagian Peran dan fungsi masing-masing, kerjasama dan saling membantu
• Amanat : memerintahkan pembentukan undang-undang yang terkait dengan pemisahan kelembagaan TNI dan POLRI
• Latar belakang : Karena adanya kerancuan dan tumpang tindih antara fungsi dan tugas TNI sbg kekuatan pertahanan dan POLRI sebagai keamanan dan ketertiban masyarakat, Tuntutan reformasi yang menghendaki adanya reposisi dan restrukturisasi angkatan bersenjata dalam rangka melakukan demokratisasi, peran sospol dalam dwi fungsi ABRI menyebabkan terjadiny penyimpangan peran, dan fungsi TNI dan POLRI mengakibatkan tidak berkembangnya sendi-sendi demokrasi


3. Sebutkan rumusan pasal 2 aturan peralihan UUD 1945 dan jelaskan makna yang terkandung di dalamnya!
• “semua lembaga negara yang ada masih tetap berfungsi sepanjang untuk melaksanakan ketentuan Undang-Undang Dasar dan belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini”
• Makna : Agar negara melalui berbagai lembaga negara yang dibentuknya (MPR,DPR,PRESIDEN, dan MA) tetap berjalan sebagaimana mestinya untuk menyelenggarakan kegiatan negara dan pemerintahan, memenuhi kepentingan umum dan kebutuhan rakyat sampai adanya lembaga baru yang dibentuk berdasarkan UUD 1945 yang telah diubah.

Babak Benar atau Salah
1. Ketetapan MPR No. V/MPR/1999 tentang penentuan pendapat di timor timur dinyatakan tetap berlaku dengan ketentuan. Dalam ketetapan tersebut MPR menugaskan kepada presiden republic Indonesia, salah satunya untuk bersama badan internasional mengambil langkah nyata untuk memberikan perlindungan terhadap warga timor timur sebagai akibat yang timbul dari pelaksanaan penentuan pendapat yang dilaksanakan di timor timur. (B)
2. Presiden republic Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD. Menurut UU penyelenggara pemerintahan adalah presiden dibantu oleh 1 orang wakil presiden dan menteri negara, sedangkan penyelenggara pemerintahan daerah adalah pemerintah daerah bersama DPRD. (B)
3. Setiap warga negara memiliki hak untuk menggunakan hak memilih. Warga negara Indonesia yang memiliki hak untuk menggunakan hak memilih adalah yang pada hari pemungutan suara telah genap berumur 17 tahun/lebih atau sudah/pernah kawin. (B)
4. Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota DPR, DPRD Prov, DPRD kabupaten adalah parpol. Seluruh parpol di Indonesia secara otomatis ditetapkan sebagai peserta pemilu oleh KPU. (S)
5. Salah satu latar belakang ditetapkanya KET MPR No.V/MPR/2000 tentang pemantapan persatuan dan kesatuan nasional adalah untuk membangun kesadaran dan komitmen seluruh bangsa agar menghormati kemajemukan bangsa Indonesia dalam upaya untuk mempersatukan kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat demi tetap tegaknya NKRI menuju masa depan yang lebih baik. (B)
6. Penyelesaian persoalan hasil pemilihan umum presiden dan wakil presiden oleh MK hanya dapat dilakukan apabila terdapat keberatan dari pasangan calon presiden dan wakil presiden mengenai penetapan hasil yang diajukan paling lama 3 hari setelah penetapan hasil pemilu presiden dan wapres oleh KPU. (B)
7. Sesuai dengan KET MPR RI No.VII/MPR/2000 tentang peran TNI dan POLRI salah satu peran TNI melaksanakan tugas negara penyelengaan wajib militer bagi warga negara yang diatur oleh UU. (B)
8. Salah satu latar belakang ditetapkannya KET MPR No.V/MPR/2000 tentang pememantapan kesatuan dan persatuan nasional adalah karena perjalanan bangsa Indonesia telah mengalami berbagai konflik, baik konflik vertical maupun horizontal, sebagai akibat dari ketidakadilan, pelanggaran HAM, lemahnya penegakan hukum, serta praktik KKN. (B)
9. Pemilu diselenggarakan suatu KPU yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Menurut UU, jumlah anggota KPU adalah 7 orang, anggota KPU Provinsi sebanyak 5 orang, sedangkan anggota KPU kabupaten/kota sebanyak 3 orang. (S)
10. Meluasnya kesempatan kerja dan meningkatnya pendapatan penduduk sehingga bangsa Indonesia menjadi sejahtera dan mandiri merupakan salah satu indikator untuk mengukur pencapaian bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang maju. Hal ini merupakan salah satu indikator utama dalam mengukur tingkat keberhasilan perwujudan visi Indonesia 2020, sebagaimana tercantum dalam KET MPR No.VII/MPR/2001 tentang visi Indonesia masa depan. (S)
11. NKRI dibagi atas daerah-daerah provinsi, dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten, dan kota yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan UU. Pembentukan daerah dalam wilayah NKRI ditetapkan dengan UU (B)
12. Sesuai dengan KET MPR RI No.VII/MPR/2000 tentang peran TNI dan POLRI salah satu tugas bantuan POLRI adalah turut serta secara aktif dalam tugas-tugas penanggulangan kejahatan internasional sebagai anggota Internasional Criminal Police Organisation (INTERPOL). (B)
13. Parpol adalah organisasi yang bersifat nasional. Salah satu syarat untuk mendirikan dan membentuk parpol adalah paling sedikit dibentuk oleh 50 orang WNI yang telah berusia 21 tahun dengan akta notaris. (B)
14. Menurut KET MPR No III/MPR/2000 tentang sumber hukum dan tata urutan perundang-undangan, UU dibuat oleh DPR bersama Presiden untuk melaksanakan UUD RI 1945 serta ketetapan MPR RI. (B)
15. Sesuai dengan KET MPR No.VII/MPR/2001 tentang visi Indonesia masa depan terwujudnya masyarakat yang menghargai nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan beradab merupakan salah satu idikator untuk mengukur pencapaian bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang demokratis. (S)

Babak Rebutan
1. Rumusan Pasal 1 ayat 2 berbunyi “Kedaulatan berada ditagan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”
2. Pemilu diselenggarakan untuk memilih anggota DPD, DPR, Presiden, dan wakil presiden, serta DPRD. Peserta pemilu untuk memilih anggota DPD adalah Peseorangan
3. Ketetapan MPR RI No.I/MPR/2003 berisi tentang Peninjauan terhadap materi dan status hukum ketetapan majelis permusyawaratan rakyat republic Indonesia tahun 1960 sampai dengan tahun 2002
4. Jika presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, serta tidak mampu melaksanakan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia digantikan oleh wakil presiden sampai habis masa jabatannya. Ketentuan tersebut merupakan rumusan Undang-Undang Dasar 1945 pasal dan ayat berapa? Pasal 8 ayat 1
5. Rumusan pasal 2 ayat 2 adalah “Majelis Permusyawaratan Rakyat bersidang sedikitnya 1 kali dalam 5 tahun di ibukota negara”
6. Quorum rapat dalam sidang paripurna DPR untuk pengambilan putusan mengenai pengajuan permintaan DPR kepada mahkamah konstitusi tentang dugaan bahwa presiden melanggar konstitusi adalah 2/3 dari jumlah anggota dewan perwakilan rakyat yang hadir.
7. Rumusan pasal 3 ayat 1 adalah “Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar”
8. Dewan Perwakilan rakyat memiliki hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat. Selain hak dewan perwakilan rakyat tersebut, setiap anggota mempunyai hak “menyampaikan usul dan pendapat, mengajukan pertanyaan, dan hak imunitas”
9. Ketetapan MPR RI No.VI/MPR/2001 adalah tentang Etika kehidupan Berbangsa
10. Dalam hal terjadinya kekosongan wakil presiden, selambat-lambatnya dalam waktu 60 hari Majelis Permusyawaratan Rakyat menyelenggarakan sidang untuk memilih calon wakil presiden yang diusulkan oleh presiden
11. Rumusan pasal 5 ayat 2 adalah “Presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya”
12. Anggota BPK dipilih oleh DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD. Lembaga negara yang meresmikan adalah presiden
13. KET MPRS RI No.XXIX/MPRS/1966 berisi tentang Pengangkatan Pahlawan Ampera
14. Bentuk negara Indonesia adalah kesatuan, sedangkan bentuk sistem pemerintahan negara Indonesia adalah presidensial
15. Rumusan Pasal 7C adalah “Presiden tidak dapat membubarkan dan/atau membekukan Dewan Perwakilan Rakyat”


PUTARAN VI
Babak Penyisihan:
Tematik:
1. Jelaskan mengapa lembaga DPA dihapus?? Apa masih ada dewan yang melaksanakan fungsi pertimbangan kepada presiden??
2. Jelaskan latar belakang dibentuknya Komisi Yudisial
3. Jelaskan Ketentuan dari pemberlakuan KET MPR No.25/mprs/1966 ttg pembubaran partai komunis sebg partai terlarang, dan larangan penyebaran ajaran komunis,...
Benar atau Salah
Kelompok A:
1. Penyebutan UUD 1945 TELAH TERMASUK JUGA PERUBAHANNYA JADI GA USAH DISEBUT UUD 1945 DAN PERUBAHANNYA (B)
2. SETELAH PERUB PRES DAN WAPRES MEMEGANG JABATAN SELAMA 5 TAHUN DAN DAPAT DIPILIH KEMBALI HANYA UNTUK 1X MASA JABATAN
3. PEMILU DISELENGGARAKAN UNTUK PILIH DPR, DPD, PRES,WAPRES, GUB,BUPATI, DPRD
4. WEWENANG MK MENGADILI TINGKAT DAN TERAKHIR, YG SIFATNYA FINAL TERHADAP UUD
5. KET MPR 5/2000 PEMANTAPAN PENUGASAN
6. RUMUSAN DIATURS DGN UU YG TERDAPAT DALM PASAL UUD 1945
7. NEGARA MEMILIKI BI YG SUSUNAN ,TJ, WEWENANG DIATUR DGN UU
8. DPR BISA MENGESAHKAN RUU MENJADI UU YANG UDAH DIBINCANGKAN PERS DN DPR
9. 5/2000 PEMANTAPAN PERSATUAN DAN KESATUAN NASIONAL
10. SETELAH PRUB UUD MPR BERKEDUDUKAN SETARA DGN LEMBAGA NEG LAINNYA
11. PENGAMBIULAN PUTUSAN MPR UNTUK CAPAI MUFAKAT BERTENTANGAN DENGAN PASAL 2 AYAT 3
12. SEORANG ANAK YANG LAHIR, DRI WNA DIPERBOLAHKAN JADI PRES/WAPRES SELAMA SYARAT DIPENUHI
13. JIKA UU TTG PEMBERIAN GELAR MAKA KET 29/1966 TTG PAHLAWAN AMPERA JUGA TIDAK DIGUNAKAN LAGI
14. PERTIMBANGAN NO.6/2006 TTG PEMISAHAN POLRI DAN ABRI BAHWA ADA PENYIMPANGAN TUGAS...
REBUTAN
1. SEBELUM PERUBAHAN UUD TERDIRI DARI PEMBUKAAN BATANG TUBUH DAN PENJELASAN, SEBUTKAN JUMLAHNYA
2. PERUBAHAN KE-4 UUD 1945 DITEMPATKAN DALAM LEBARAN NEGARA NO...
3. NO.3/2000 TTG...
4. PASAL AYAT 1 UUD 1945, MPR TERDIRI DARI...
5. PASAL 3 AYAT 3 UUD...
6. AMANAT NO.1 /2003 UNTUK KET NO.3/2000
7. RUMUSAN PASAL 5 AYAT 2 ADALAH...
8. 25/1996 TENTANG....


PUTARAN VI
Babak Penyisihan:
Tematik:
1. Jelaskan kedudukan serta tugas dan wewenang MPR sebelum perubahan UUD 1945!
2. Jelaskan makna rumusan meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai tujuan penyelenggaraan sistem pendidikan nasional!
3. Jelaskan apa yang dimaksud dengan etika politik dan pemerintahan sebagaimana tercantum dalam KET No.6/MPR/2001!
Benar atau Salah
1. Rumusan diatur dalam UU yang terdapat dalam pasal atau ayat UUD 1945 diberi makna hal yang diatur dalam ketentuan itu harus dirumuskan dalam sebuah UU yang khusus diterbitkan untuk kepentingan itu.
2. Dewan perwakilan daerah dapat mengajukan usul pemberhentian gubernur, bupati, atau walikota jika DPD menilai gubernur, bupati, atau walikota tidak cakap dalam menjalankan tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan di daerah
3. Pembentukan, pengubahan, dan pembubaran kementrian negara diatur dengan peraturan presiden.
4. Walaupun sudah ada UU tentang pemberantasan tindak pidana korupsi KET MPR RI No.11/MPR/1998 tentang penyelengara negara yang bersih dan bebas KKN masih tetap berlaku karena belum seluruh amanat dari ketetapan tersebut dilaksanakan
5. Setelah perubahan UUD 1945 maka tata urutan perundang-undangan adalah UUD 1945, KET MPR, UU, perpu, peraturan pemerintah, keputusan presiden, dan peraturan daerah
6. Salah satu latar belakang dilakukannya perubahan UUD 1945 adalah karena presiden memiliki wewenang yang sangat terbatas untuk mengatur hal-hal penting dengan UU
7. Presiden menyatakan keadaan bahaya. Syarat-syarat dan akibatnya keadaan bahaya ditetapkan dengan peraturan pemerintah
8. NKRI terdiri dari daerah-daerah provinsi, dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan UU
9. Substansi pasal 6 KET MPR RI No.1/MPR/2003 adalah Ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR RI yang dinyatakan tidak perlu tindakan hukum lebih lanjut baik karena bersifat final atau enmaleh maupun telah selesai dilaksanakan.
Diposting oleh pak guru teddy
Pengertian Hukum Internasional

Pada dasarnya yang dimaksud hukum internasional dalam pembahasan ini adalah hukum internasional publik, karena dalam penerapannya, hukum internasional terbagi menjadi dua, yaitu: hukum internasional publik dan hukum perdata internasional.
Hukum internasional publik adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara, yang bukan bersifat perdata.
Sedangkan hukum perdata internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan perdata yang melintasi batas negara, dengan perkataan lain, hukum yang mengatur hubungan hukum perdata antara para pelaku hukum yang masing-masing tunduk pada hukum perdata yang berbeda. (Kusumaatmadja, 1999; 1)
Awalnya, beberapa sarjana mengemukakan pendapatnya mengenai definisi dari hukum internasional, antara lain yang dikemukakan oleh Grotius dalam bukunya De Jure Belli ac Pacis (Perihal Perang dan Damai). Menurutnya “hukum dan hubungan internasional didasarkan pada kemauan bebas dan persetujuan beberapa atau semua negara. Ini ditujukan demi kepentingan bersama dari mereka yang menyatakan diri di dalamnya ”.
Sedang menurut Akehurst : “hukum internasional adalah sistem hukum yang di bentuk dari hubungan antara negara-negara”
Definisi hukum internasional yang diberikan oleh pakar-pakar hukum terkenal di masa lalu, termasuk Grotius atau Akehurst, terbatas pada negara sebagai satu-satunya pelaku hukum dan tidak memasukkan subjek-subjek hukum lainnya.
Salah satu definisi yang lebih lengkap yang dikemukakan oleh para sarjana mengenai hukum internasional adalah definisi yang dibuat oleh Charles Cheny Hyde :
“ hukum internasional dapat didefinisikan sebagai sekumpulan hukum yang sebagian besar terdiri atas prinsip-prinsip dan peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh negara-negara, dan oleh karena itu juga harus ditaati dalam hubungan-hubungan antara mereka satu dengan lainnya, serta yang juga mencakup :
a. organisasi internasional, hubungan antara organisasi internasional satu dengan lainnya, hubungan peraturan-peraturan hukum yang berkenaan dengan fungsi-fungsi lembaga atau antara organisasi internasional dengan negara atau negara-negara ; dan hubungan antara organisasi internasional dengan individu atau individu-individu ;
b. peraturan-peraturan hukum tertentu yang berkenaan dengan individu-individu dan subyek-subyek hukum bukan negara (non-state entities) sepanjang hak-hak dan kewajiban-kewajiban individu dan subyek hukum bukan negara tersebut bersangkut paut dengan masalah masyarakat internasional” (Phartiana, 2003; 4)

Sejalan dengan definisi yang dikeluarkan Hyde, Mochtar Kusumaatmadja mengartikan ’’hukum internasional sebagai keseluruhan kaidah-kaidah dan asas-asas hukum yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas-batas negara, antara negara dengan negara dan negara dengan subjek hukum lain bukan negara atau subyek hukum bukan negara satu sama lain’’. (Kusumaatmadja, 1999; 2)
Berdasarkan pada definisi-definisi di atas, secara sepintas sudah diperoleh gambaran umum tentang ruang lingkup dan substansi dari hukum internasional, yang di dalamnya terkandung unsur subyek atau pelaku, hubungan-hubungan hukum antar subyek atau pelaku, serta hal-hal atau obyek yang tercakup dalam pengaturannya, serta prinsip-prinsip dan kaidah atau peraturan-peraturan hukumnya.
Sedangkan mengenai subyek hukumnya, tampak bahwa negara tidak lagi menjadi satu-satunya subyek hukum internasional, sebagaimana pernah jadi pandangan yang berlaku umum di kalangan para sarjana sebelumnya.


B. Sejarah dan Perkembangan Hukum Internasional
Hukum internasional sebenarnya sudah sejak lama dikenal eksisitensinya, yaitu pada zaman Romawi Kuno. Orang-orang Romawi Kuno mengenal dua jenis hukum, yaitu Ius Ceville dan Ius Gentium, Ius Ceville adalah hukum nasional yang berlaku bagi masyarakat Romawi, dimanapun mereka berada, sedangkan Ius Gentium adalah hukum yang diterapkan bagi orang asing, yang bukan berkebangsaan Romawi.
Dalam perkembangannya, Ius Gentium berubah menjadi Ius Inter Gentium yang lebih dikenal juga dengan Volkenrecth (Jerman), Droit de Gens (Perancis) dan kemudian juga dikenal sebagai Law of Nations (Inggris). (Kusumaatmadja, 1999 ; 4)
Sesungguhnya, hukum internasional modern mulai berkembang pesat pada abad XVI, yaitu sejak ditandatanganinya Perjanjian Westphalia 1648, yang mengakhiri perang 30 tahun (thirty years war) di Eropa. Sejak saat itulah, mulai muncul negara-negara yang bercirikan kebangsaan, kewilayahan atau territorial, kedaulatan, kemerdekaan dan persamaan derajat. Dalam kondisi semacam inilah sangat dimungkinkan tumbuh dan berkembangnya prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah hukum internasional. (Phartiana, 2003 ; 41)
Perkembangan hukum internasional modern ini, juga dipengaruhi oleh karya-karya tokoh kenamaan Eropa, yang terbagi menjadi dua aliran utama, yaitu golongan Naturalis dan golongan Positivis.
Menurut golongan Naturalis, prinsip-prinsip hukum dalam semua sistem hukum bukan berasal dari buatan manusia, tetapi berasal dari prinsip-prinsip yang berlaku secara universal, sepanjang masa dan yang dapat ditemui oleh akal sehat. Hukum harus dicari, dan bukan dibuat. Golongan Naturalis mendasarkan prinsip-prinsip atas dasar hukum alam yang bersumber dari ajaran Tuhan. Tokoh terkemuka dari golongan ini adalah Hugo de Groot atau Grotius, Fransisco de Vittoria, Fransisco Suarez dan Alberico Gentillis. (Mauna, 2003 ; 6)
Sementara itu, menurut golongan Positivis, hukum yang mengatur hubungan antar negara adalah prinsip-prinsip yang dibuat oleh negara-negara dan atas kemauan mereka sendiri. Dasar hukum internasional adalah kesepakatan bersama antara negara-negara yang diwujudkan dalam perjanjian-perjanjian dan kebiasaan-kebiasaan internasional. Seperti yang dinyatakan oleh Jean-Jacques Rousseau dalam bukunya Du Contract Social, La loi c’est l’expression de la Volonte Generale, bahwa hukum adalah pernyataan kehendak bersama. Tokoh lain yang menganut aliran Positivis ini, antara lain Cornelius van Bynkershoek, Prof. Ricard Zouche dan Emerich de Vattel
Pada abad XIX, hukum internasional berkembang dengan cepat, karena adanya faktor-faktor penunjang, antara lain : (1) Setelah Kongres Wina 1815, negara-negara Eropa berjanji untuk selalu menggunakan prinsip-prinsip hukum internasional dalam hubungannya satu sama lain, (2). Banyak dibuatnya perjanjian-perjanjian (law-making treaties) di bidang perang, netralitas, peradilan dan arbitrase, (3). Berkembangnya perundingan-perundingan multilateral yang juga melahirkan ketentuan-ketentuan hukum baru.
Di abad XX, hukum internasional mengalami perkembangan yang sangat pesat, karena dipengaruhi faktor-faktor sebagai berikut: (1). Banyaknya negara-negara baru yang lahir sebagai akibat dekolonisasi dan meningkatnya hubungan antar negara, (2). Kemajuan pesat teknologi dan ilmu pengetahuan yang mengharuskan dibuatnya ketentuan-ketentuan baru yang mengatur kerjasama antar negara di berbagai bidang, (3). Banyaknya perjanjian-perjanjian internasional yang dibuat, baik bersifat bilateral, regional maupun bersifat global, (4). Bermunculannya organisasi-organisasi internasional, seperti Perserikatan Bangsa Bangsa dan berbagai organ subsidernya, serta Badan-badan Khusus dalam kerangka Perserikatan Bangsa-Bangsa yang menyiapkan ketentuan-ketentuan baru dalam berbagai bidang. (Mauna, 2003; 7)

C. Sumber-sumber Hukum Internasional
Pada azasnya, sumber hukum terbagi menjadi dua, yaitu: sumber hukum dalam arti materiil dan sumber hukum dalam arti formal. Sumber hukum dalam arti materiil adalah sumber hukum yang membahas materi dasar yang menjadi substansi dari pembuatan hukum itu sendiri.
Sumber hukum dalam arti formal adalah sumber hukum yang membahas bentuk atau wujud nyata dari hukum itu sendiri. Dalam bentuk atau wujud apa sajakah hukum itu tampak dan berlaku. Dalam bentuk atau wujud inilah dapat ditemukan hukum yang mengatur suatu masalah tertentu.
Sumber hukum internasional dapat diartikan sebagai:
1. dasar kekuatan mengikatnya hukum internasional;
2. metode penciptaan hukum internasional;
3. tempat diketemukannya ketentuan-ketentuan hukum internasional yang dapat diterapkan pada suatu persoalan konkrit. (Burhan Tsani, 1990; 14)
Menurut Pasal 38 ayat (1) Statuta Mahkamah Internasional, sumber-sumber hukum internasional yang dipakai oleh Mahkamah dalam mengadili perkara, adalah:
1. Perjanjian internasional (international conventions), baik yang bersifat umum, maupun khusus;
2. Kebiasaan internasional (international custom);
3. Prinsip-prinsip hukum umum (general principles of law) yang diakui oleh negara-negara beradab;
4. Keputusan pengadilan (judicial decision) dan pendapat para ahli yang telah diakui kepakarannya, yang merupakan sumber hukum internasional tambahan. (Phartiana, 2003; 197)

D. Subyek Hukum Internasional
Subyek hukum internasional diartikan sebagai pemilik, pemegang atau pendukung hak dan pemikul kewajiban berdasarkan hukum internasional. Pada awal mula, dari kelahiran dan pertumbuhan hukum internasional, hanya negaralah yang dipandang sebagai subjek hukum internasional
Dewasa ini subjek-subjek hukum internasional yang diakui oleh masyarakat internasional, adalah:
1. Negara
Menurut Konvensi Montevideo 1949, mengenai Hak dan Kewajiban Negara, kualifikasi suatu negara untuk disebut sebagai pribadi dalam hukum internasional adalah:
a. penduduk yang tetap;
b. wilayah tertentu;
c. pemerintahan;
d. kemampuan untuk mengadakan hubungan dengan negara lain

1. Organisasi Internasional
Klasifikasi organisasi internasional menurut Theodore A Couloumbis dan James H. Wolfe :
a. Organisasi internasional yang memiliki keanggotaan secara global dengan maksud dan tujuan yang bersifat umum, contohnya adalah Perserikatan Bangsa Bangsa ;
b. Organisasi internasional yang memiliki keanggotaan global dengan maksud dan tujuan yang bersifat spesifik, contohnya adalah World Bank, UNESCO, International Monetary Fund, International Labor Organization, dan lain-lain;
c. Organisasi internasional dengan keanggotaan regional dengan maksud dan tujuan global, antara lain: Association of South East Asian Nation (ASEAN), Europe Union.

1. Palang Merah Internasional
Sebenarnya Palang Merah Internasional, hanyalah merupakan salah satu jenis organisasi internasional. Namun karena faktor sejarah, keberadaan Palang Merah Internasional di dalam hubungan dan hukum internasional menjadi sangat unik dan di samping itu juga menjadi sangat strategis. Pada awal mulanya, Palang Merah Internasional merupakan organisasi dalam ruang lingkup nasional, yaitu Swiss, didirikan oleh lima orang berkewarganegaraan Swiss, yang dipimpin oleh Henry Dunant dan bergerak di bidang kemanusiaan. Kegiatan kemanusiaan yang dilakukan oleh Palang Merah Internasional mendapatkan simpati dan meluas di banyak negara, yang kemudian membentuk Palang Merah Nasional di masing-masing wilayahnya. Palang Merah Nasional dari negar-negara itu kemudian dihimpun menjadi Palang Merah Internasional (International Committee of the Red Cross/ICRC) dan berkedudukan di Jenewa, Swiss. (Phartiana, 2003; 123)

1. Tahta Suci Vatikan
Tahta Suci Vatikan di akui sebagai subyek hukum internasional berdasarkan Traktat Lateran tanggal 11 Februari 1929, antara pemerintah Italia dan Tahta Suci Vatikan mengenai penyerahan sebidang tanah di Roma. Perjanjian Lateran tersebut pada sisi lain dapat dipandang sebagai pengakuan Italia atas eksistensi Tahta Suci sebagai pribadi hukum internasional yang berdiri sendiri, walaupun tugas dan kewenangannya, tidak seluas tugas dan kewenangan negara, sebab hanya terbatas pada bidang kerohanian dan kemanusiaan, sehingga hanya memiliki kekuatan moral saja, namun wibawa Paus sebagai pemimpin tertinggi Tahta Suci dan umat Katholik sedunia, sudah diakui secara luas di seluruh dunia. Oleh karena itu, banyak negara membuka hubungan diplomatik dengan Tahta Suci, dengan cara menempatkan kedutaan besarnya di Vatikan dan demikian juga sebaliknya Tahta Suci juga menempatkan kedutaan besarnya di berbagai negara. (Phartiana, 2003, 125)

1. Kaum Pemberontak / Beligerensi (belligerent)
Kaum belligerensi pada awalnya muncul sebagai akibat dari masalah dalam negeri suatu negara berdaulat. Oleh karena itu, penyelesaian sepenuhnya merupakan urusan negara yang bersangkutan. Namun apabila pemberontakan tersebut bersenjata dan terus berkembang, seperti perang saudara dengan akibat-akibat di luar kemanusiaan, bahkan meluas ke negara-negara lain, maka salah satu sikap yang dapat diambil oleh adalah mengakui eksistensi atau menerima kaum pemberontak sebagai pribadi yang berdiri sendiri, walaupun sikap ini akan dipandang sebagai tindakan tidak bersahabat oleh pemerintah negara tempat pemberontakan terjadi. Dengan pengakuan tersebut, berarti bahwa dari sudut pandang negara yang mengakuinya, kaum pemberontak menempati status sebagai pribadi atau subyek hukum internasional
1. Individu
Pertumbuhan dan perkembangan kaidah-kaidah hukum internasional yang memberikan hak dan membebani kewajiban serta tanggungjawab secara langsung kepada individu semakin bertambah pesat, terutama setelah Perang Dunia II. Lahirnya Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights) pada tanggal 10 Desember 1948 diikuti dengan lahirnya beberapa konvensi-konvensi hak asasi manusia di berbagai kawasan, dan hal ini semakin mengukuhkan eksistensi individu sebagai subyek hukum internasional yang mandiri.
7. Perusahaan Multinasional
Perusahaan multinasional memang merupakan fenomena baru dalam hukum dan hubungan internasional. Eksistensinya dewasa ini, memang merupakan suatu fakta yang tidak bisa disangkal lagi. Di beberapa tempat, negara-negara dan organisasi internasional mengadakan hubungan dengan perusahaan-perusahaan multinasional yang kemudian melahirkan hak-hak dan kewajiban internasional, yang tentu saja berpengaruh terhadap eksistensi, struktur substansi dan ruang lingkup hukum internasional itu sendiri.

E. Hubungan Hukum Internasional dengan Hukum Nasional
Ada dua teori yang dapat menjelaskan bagaimana hubungan antara hukum internasional dan hukum nasional, yaitu: teori Dualisme dan teori Monisme.
Menurut teori Dualisme, hukum internasional dan hukum nasional, merupakan dua sistem hukum yang secara keseluruhan berbeda. Hukum internasional dan hukum nasional merupakan dua sistem hukum yang terpisah, tidak saling mempunyai hubungan superioritas atau subordinasi. Berlakunya hukum internasional dalam lingkungan hukum nasional memerlukan ratifikasi menjadi hukum nasional. Kalau ada pertentangan antar keduanya, maka yang diutamakan adalah hukum nasional suatu negara.
Sedangkan menurut teori Monisme, hukum internasional dan hukum nasional saling berkaitan satu sama lainnya. Menurut teori Monisme, hukum internasional itu adalah lanjutan dari hukum nasional, yaitu hukum nasional untuk urusan luar negeri. Menurut teori ini, hukum nasional kedudukannya lebih rendah dibanding dengan hukum internasional. Hukum nasional tunduk dan harus sesuai dengan hukum internasional. (Burhan Tsani, 1990; 26)

F. Penyelesaian Sengketa Internasional Secara Damai.
Ketentuan hukum internasional telah melarang penggunaan kekerasan dalam hubungan antar negara. Keharusan ini seperti tercantum pada Pasal 1 Konvensi mengenai Penyelesaian Sengketa-Sengketa Secara Damai yang ditandatangani di Den Haag pada tanggal 18 Oktober 1907, yang kemudian dikukuhkan oleh pasal 2 ayat (3) Piagan Perserikatan bangsa-Bangsa dan selanjutnya oleh Deklarasi Prinsip-Prinsip Hukum Internasional mengenai Hubungan Bersahabat dan Kerjasama antar Negara. Deklarasi tersebut meminta agar “semua negara menyelesaikan sengketa mereka dengan cara damai sedemikian rupa agar perdamaian, keamanan internasional dan keadilan tidak sampai terganggu”.
Penyelesaian sengketa secara damai dibedakan menjadi: penyelesaian melalui pengadilan dan di luar pengadilan. Yang akan dibahas pada kesemapatan kali ini hanyalah penyelesaian perkara melalui pengadilan. Penyelesaian melalui pengadilan dapat ditempuh melalui:
1. Arbitrase Internasional
Penyelesaian sengketa internasional melalui arbitrase internasional adalah pengajuan sengketa internasional kepada arbitrator yang dipilih secara bebas oleh para pihak, yang memberi keputusan dengan tidak harus terlalu terpaku pada pertimbangan-pertimbangan hukum. Arbitrase adalah merupakan suatu cara penerapan prinsip hukum terhadap suatu sengketa dalam batas-batas yang telah disetujui sebelumnya oleh para pihak yang bersengketa. Hal-hal yang penting dalam arbitrase adalah :
(1). Perlunya persetujuan para pihak dalam setiap tahap proses arbitrase, dan
(2). Sengketa diselesaikan atas dasar menghormati hukum. (Burhan Tsani, 1990; 211)
Secara esensial, arbitrase merupakan prosedur konsensus, karenanya persetujuan para pihaklah yang mengatur pengadilan arbitrase.
Arbitrase terdiri dari seorang arbitrator atau komisi bersama antar anggota-anggota yang ditunjuk oleh para pihak atau dan komisi campuran, yang terdiri dari orang-orang yang diajukan oleh para pihak dan anggota tambahan yang dipilih dengan cara lain.
Pengadilan arbitrase dilaksanakan oleh suatu “panel hakim” atau arbitrator yang dibentuk atas dasar persetujuan khusus para pihak, atau dengan perjanjian arbitrase yang telah ada. Persetujuan arbitrase tersebut dikenal dengan compromis (kompromi) yang memuat:
1. persetujuan para pihak untuk terikat pada keputusan arbitrase;
2. metode pemilihan panel arbitrase;
3. waktu dan tempat hearing (dengar pendapat);
4. batas-batas fakta yang harus dipertimbangkan, dan;
5. prinsip-prinsip hukum atau keadilan yang harus diterapkan untuk mencapai suatu kesepakatan. (Burhan Tsani, 1990, 214)
Masyarakat internasional sudah menyediakan beberapa institusi arbitrase internasional, antara lain:
1. Pengadilan Arbitrase Kamar Dagang Internasional (Court of Arbitration of the International Chamber of Commerce) yang didirikan di Paris, tahun 1919;
2. Pusat Penyelesaian Sengketa Penanaman Modal Internasional (International Centre for Settlement of Investment Disputes) yang berkedudukan di Washington DC;
3. Pusat Arbitrase Dagang Regional untuk Asia (Regional Centre for Commercial Arbitration), berkedudukan di Kuala Lumpur, Malaysia;
4. Pusat Arbitrase Dagang Regional untuk Afrika (Regional Centre for Commercial Arbitration), berkedudukan di Kairo, Mesir. (Burhan Tsani; 216)
1. Pengadilan Internasional
Pada permulaan abad XX, Liga Bangsa-Bangsa mendorong masyarakat internasional untuk membentuk suatu badan peradilan yang bersifat permanent, yaitu mulai dari komposisi, organisasi, wewenang dan tata kerjanya sudah dibuat sebelumnya dan bebas dari kehendak negara-negara yang bersengketa.
Pasal 14 Liga Bangsa-Bangsa menugaskan Dewan untuk menyiapkan sebuah institusi Mahkamah Permanen Internasional. Namun, walaupun didirikan oleh Liga Bangsa-Bangsa, Mahkamah Permanen Internasional, bukanlah organ dari Organisasi Internasional tersebut. Hingga pada tahun 1945, setelah berakhirnya Perang Dunia II, maka negara-negara di dunia mengadakan konferensi di San Fransisco untuk membentuk Mahkamah Internasional yang baru. Di San Fransisco inilah, kemudian dirumuskan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Statuta Mahkamah Internasional.
Menurut Pasal 92 Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa disebutkan bahwa Mahkamah Internasional merupakan organ hukum utama dari Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Namun sesungguhnya, pendirian Mahkamah Internasional yang baru ini, pada dasarnya hanyalah merupakan kelanjutan dari Mahkamah Internasional yang lama, karena banyak nomor-nomor dan pasal-pasal yang tidak mengalami perubahan secara signifikan
Secara umum, Mahkamah Internasional mempunyai kewenangan untuk:
1. melaksanakan “Contentious Jurisdiction”, yaitu yurisdiksi atas perkara biasa, yang didasarkan pada persetujuan para pihak yang bersengketa;
2. memberikan “Advisory Opinion”, yaitu pendapat mahkamah yang bersifat nasehat. Advisory Opinion tidaklah memiliki sifat mengikat bagi yang meminta, namun biasanya diberlakukan sebagai “Compulsory Ruling”, yaitu keputusan wajib yang mempunyai kuasa persuasive kuat (Burhan Tsani, 1990; 217)
Sedangkan, menurut Pasal 38 ayat (1) Statuta Mahkamah Internasional, sumber-sumber hukum internasional yang dipakai oleh Mahkamah dalam mengadili perkara, adalah:
1. Perjanjian internasional (international conventions), baik yang bersifat umum, maupun khusus;
2. Kebiasaan internasional (international custom);
3. Prinsip-prinsip hukum umum (general principles of law) yang diakui oleh negara-negara beradab;
4. Keputusan pengadilan (judicial decision) dan pendapat para ahli yang telah diakui kepakarannya, yang merupakan sumber hukum internasional tambahan.

Mahkamah Internasional juga sebenarnya bisa mengajukan keputusan ex aequo et bono, yaitu didasarkan pada keadilan dan kebaikan, dan bukan berdasarkan hukum, namun hal ini bisa dilakukan jika ada kesepakatan antar negara-negara yang bersengketa. Keputusan Mahkamah Internasional sifatnya final, tidak dapat banding dan hanya mengikat para pihak. Keputusan juga diambil atas dasar suara mayoritas.
Yang dapat menjadi pihak hanyalah negara, namun semua jenis sengketa dapat diajukan ke Mahkamah Internasional.
Masalah pengajuan sengketa bisa dilakukan oleh salah satu pihak secara unilateral, namun kemudian harus ada persetujuan dari pihak yang lain. Jika tidak ada persetujuan, maka perkara akan di hapus dari daftar Mahkamah Internasional, karena Mahkamah Internasional tidak akan memutus perkara secara in-absensia (tidak hadirnya para pihak).
G. Peradilan-Peradilan Lainnya di Bawah Kerangka Perserikatan Bangsa-bangsa
1. Mahkamah Pidana Internasional (International Court of Justice/ICJ)
Perserikatan Bangsa-Bangsa sejak pembentukannya telah memainkan peranan penting dalam bidang hukum inetrnasional sebagai upaya untuk menciptakan perdamaian dunia.
Selain Mahkamah Internasional (International Court of Justice/ICJ) yang berkedudukan di Den Haag, Belanda, saat ini Perserikatan Bangsa-bangsa juga sedang berupaya untuk menyelesaikan “hukum acara” bagi berfungsinya Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court/ICC), yang statuta pembentukannya telah disahkan melalui Konferensi Internasional di Roma, Italia, pada bulan Juni 1998. Statuta tersebut akan berlaku, jika telah disahkan oleh 60 negara.
Berbeda dengan Mahkamah Internasional, yurisdiksi (kewenangan hukum) Mahkamah Pidana Internasional ini, adalah di bidang hukum pidana internasional yang akan mengadili individu yang melanggar Hak Asasi Manusia dan kejahatan perang, genosida (pemusnahan ras), kejahatan humaniter (kemanusiaan) serta agresi.
Negara-negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa tidak secara otomatis terikat dengan yurisdiksi Mahkamah ini, tetapi harus melalui pernyataan mengikatkan diri dan menjadi pihak pada Statuta Mahkamah Pidana Internasional. (Mauna, 2003; 263)

2. Mahkamah Kriminal Internasional untuk Bekas Yugoslavia (The International Criminal Tribunal for the Former Yugoslavia/ICTY)

Melalui Resolusi Dewan Keamanan Nomor 827, tanggal 25 Mei 1993, Perserikatan Bangsa-Bangsa membentuk The International Criminal Tribunal for the Former Yugoslavia, yang bertempat di Den Haag, Belanda. Tugas Mahkamah ini adalah untuk mengadili orang-orang yang bertanggungjawab atas pelanggaran-pelanggaran berat terhadap hukum humaniter internasional yang terjadi di negara bekas Yugoslavia. Semenjak Mahkamah ini dibentuk, sudah 84 orang yang dituduh melakukan pelanggaran berat dan 20 diantaranya telah ditahan.
Pada tanggal 27 Mei 1999, tuduhan juga dikeluarkan terhadap pemimpin-pemimpin terkenal, seperti Slobodan Milosevic (Presiden Republik Federal Yugoslavia), Milan Milutinovic (Presiden Serbia), yang dituduh telah melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan dan melanggar hukum perang. (Mauna, 2003; 264)


3. Mahkamah Kriminal untuk Rwanda (International Criminal Tribunal for Rwanda)
Mahkamah ini bertempat di Arusha, Tanzania dan didirikan berdasarkan Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa Nomor 955, tanggal 8 November 1994. tugas Mahkamah ini adalah untuk meminta pertanggungjawaban para pelaku kejahatan pembunuhan missal sekitar 800.000 orang Rwanda, terutama dari suku Tutsi. Mahkamah mulai menjatuhkan hukuman pada tahun 1998 terhadap Jean-Paul Akayesu, mantan Walikota Taba, dan juga Clement Kayishema dan Obed Ruzindana yang telah dituduh melakukan pemusnahan ras (genosida) . Mahkamah mengungkap bahwa bahwa pembunuhan massal tersebut mempunyai tujuan khusus, yaitu pemusnahan orang-orang Tutsi, sebagai sebuah kelompok suku, pada tahun 1994.
Walaupun tugas dari Mahkamah Kriminal Internasional untuk Bekas Yugoslavia dan Mahkamah Kriminal untuk Rwanda belum selesai, namun Perserikatan Bangsa-Bangsa juga telah menyiapkan pembentukan mahkamah- untuk Kamboja untuk mengadili para penjahat perang di zaman pemerintahan Pol Pot dan Khmer Merah, antara tahun 1975 sampai dengan 1979 yang telah membunuh sekitar 1.700.000 orang.
Jika diperkirakan bahwa tugas Mahkamah Peradilan Yugoslavia dan Rwanda telah menyelesaikan tugas mereka, maka Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa akan mengeluarkan resolusi untuk membubarkan kedua Mahkamah tersebut, yang sebagaimana diketahui memiliki sifat ad hoc (sementara). (Mauna, 2003; 265)

Referensi
Ardiwisastra Yudha Bhakti, 2003, Hukum Internasional, Bunga Rampai, Alumni, Bandung
Brownlie Ian, 1999, Principles of Public International Law, Fourth Edition, Clarendon Press, Oxford
Burhantsani, Muhammad, 1990; Hukum dan Hubungan Internasional, Yogyakarta : Penerbit Liberty.
Kusamaatmadja Mochtar, 1999, Pengantar Hukum Internasional, Cetakan ke-9, Putra Abardin
Mauna Boer, 2003, Hukum Internasional; Pengertian, Peran dan Fungsi dalam Era Dinamika Global, Cetakan ke-4, PT. Alumni, Bandung
Phartiana I Wayan, 2003, Pengantar Hukum Internasional, Penerbit Mandar maju, Bandung
Situni F. A. Whisnu, 1989, Identifikasi dan Reformulasi Sumber-Sumber Hukum Internasional, Penerbit Mandar Maju, Bandung
Diposting oleh pak guru teddy
HUBUNGAN
INTERNASIONAL

Peranan Organisasi Internasional
(ASEAN, AA, PBB)
Dalam Meningkatkan Hubungan Internasional




Daftar Isi

Halaman Judul 1
Daftar Isi 2
• Organisasi Internasional 3
• Organisasi Internasional ASEAN 3
Sejarah terbentuknya ASEAN 3
Asas ASEAN 3
Prinsip-prinsip ASEAN 4
Tujuan ASEAN 4
Pelaksanaan KTT ASEAN 4
• KTT Asia – Afrika 5
KILAS BALIK KTT ASIA AFRIKA 5
Pelopor Konferensi Tingkat Tinggi Asia-Afrika 5
DASASILA BANDUNG 6
GERAKAN NON-BLOK 6
• Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) 7
Struktur Organisasi PBB 7
• Kerja Sama dan Perjanjian Internasional yang 8
Bermanfaat bagi Indonesia
Pustaka Acuan 9




























A. Organisasi Internasional

Organisasi Internasional atau yang disebut “multilateralisme” adalah sutau istilah hubungan internasional yang menunjukkan kerja sama antar beberapa negara. Sebagian besar organisasi internasional, seperti PBB dan WTO, bersifat multilateral. Pendukung utama multilateralisme secara tradisional adalah negara-negara berkekuatan menengah seperti Kanada dan negara-negara Nordik.
Negara-negara besar sering bertindak secara unilateral(regional), sedangkan negara-negara kecil hanya memiliki sedikit kekuatan langsung terhadap urusan internasional, selain berpartisipasi di PBB, misalnya dengan mengkonsolidasi suara mereka dengan negara-negara lain dalam pemungutan suara yang dilakukan di PBB. Dalam filosofi politis, lawan dari multilateralisme adalah unilateralisme.

B. Organisasi Internasional ASEAN (Association Of Southeast Asian Nations)

SEJARAH TERBENTUKNYA ASEAN

Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (PERBARA) atau lebih populer dengan sebutan Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) merupakan sebuah organisasi politik dan ekonomi dari negara-negara di kawasan Asia Tenggara, yang didirikan di Bangkok, 8 Agustus 1967 melalui Deklarasi Bangkok oleh Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand. Organisasi ini bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial, dan pengembangan kebudayaan negara-negara anggotanya, serta memajukan perdamaian di tingkat regionalnya. Negara-negara anggota ASEAN mengadakan rapat umum pada setiap bulan November.
ASEAN didirikan oleh lima negara pem-rakarsa, yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand di Bangkok melalui Deklarasi Bangkok. Menteri luar negeri penanda tangan Deklarasi Bangkok kala itu ialah Adam Malik (Indonesia), Narciso R. Ramos (Filipina), Tun Abdul Razak (Malaysia), S. Rajaratnam (Singapura), dan Thanat Khoman (Thailand).
Brunei Darussalam menjadi anggota pertama ASEAN di luar lima negara pemrakarsa. Brunei Darussalam bergabung menjadi anggota ASEAN pada tanggal 7 Januari 1984 (tepat seminggu setelah memperingati hari kemerdekannya). Sebelas tahun kemudian, ASEAN kembali menerima anggota baru, yaitu Vietnam yang menjadi anggota yang ketujuh pada tanggal 28 Juli 1995. Dua tahun kemudian, Laos dan Myanmar menyusul masuk menjadi anggota ASEAN, yaitu pada tanggal 23 Juli 1997. Walaupun Kamboja berencana untuk bergabung menjadi anggota ASEAN bersama dengan Myanmar dan Laos, rencana tersebut terpaksa ditunda karena adanya masalah politik dalam negeri Kamboja. Meskipun begitu, dua tahun kemudian Kamboja akhirnya bergabung menjadi anggota ASEAN yaitu pada tanggal 16 Desember 1998.

ASAS-ASAS ASEAN

1. Setiap anggota ASEAN memikul tanggung jawab utama untuk memperkokoh stabilitas ekonomi dan sosial di kawasan Asia Tenggara.
2. setiap anggota ASEAN menjamin perdamaian dan kemajuan perekonomian nasional setiap anggota.
3. setiap anggota ASEAN menjamin stabilitas dan keamanan dalam menghadapi campur tangan pihak luar dalam bentuk apapun.
4. setipa anggota ASEAN memelihara kepribadian nasional anggotanya sesuai dengan cita-cita dan aspirasi rakyat negara masing-masing.


Prinsip-prinsip utama ASEAN adalah sebagai berikut:
• Menghormati kemerdekaan, kedaulatan, kesamaan, integritas wilayah nasional, dan identitas nasional setiap negara
• Hak untuk setiap negara untuk memimpin kehadiran nasional bebas daripada campur tangan, subversif atau koersi pihak luar
• Tidak mencampuri urusan dalam negeri sesama negara anggota
• Penyelesaian perbedaan atau perdebatan dengan damai
• Menolak penggunaan kekuatan yang mematikan
• Kerjasama efektif antara anggota

TUJUAN TERBENTUKNYA ASEAN

1. mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial, dan pengembangan kebudayaan di kawasan Asia Tenggara.
2. meningkatkan perdamaian dan stabilitas regional dengan jalan menghormati keadilan dan tertib hukum.
3. meningkatkan kerja sama yang aktif dalam bidang ekonomi, sosial budaya, teknik, ilmu pengetahuan dan administrasi.
4. saling meberikan bantuan dalam bentuk sarana-sarana latihan dan penelitian.
5. meningkatkan penggunaan pertanian, industri, perdagangan, jasa, dan meningktakan taraf hidup.
6. memelihara kerja sama yang erat dan bermanfaat dengan organisasi-organisasi internasioanl dan regional.

PELAKSANAAN KTT ASEAN

Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN adalah konferensi puncak antara pemimpin-pemimpin negara anggota ASEAN yang diselenggarakan setiap tahunnya sejak KTT ke-7 tahun 2001.
Sejak dibentuknya ASEAN telah berlangsung 11 kali KTT resmi dan 4 KTT tidak resmi:

• KTT ke-1 di Bali-Indonesia, tanggal 23-24 Februari 1976
• KTT ke-2 di Kuala Lumpur-Malaysia, tanggal 4-5 Agustus 1977
• KTT ke-3 di Manila-Filipina, tanggal 14-15 Desember 1987
• KTT ke-4 di Singapura, tanggal 27-29 Januari 1992
• KTT ke-5 di Bangkok-Thailand, tanggal 14-15 Desember 1995
• KTT Tidak Resmi ke-1 di Jakarta-Indonesia, tanggal 30 November 1996
• KTT Tidak Resmi ke-2 di Kuala Lumpur-Malaysia, tanggal 14-16 Desember 1997
• KTT ke-6 di Hanoi-Vietnam, tanggal 15-16 Desember 1998
• KTT Tidak Resmi ke-3 di Manila-Filipina, tanggal 27-28 November 1999
• KTT Tidak Resmi ke-4 di Singapura, tanggal 22-25 November 2000
• KTT ke-7 di Bandar Seri Begawan-Brunei Darussalam, tanggal 5-6 November 2001
• KTT ke-8 di Phnom Penh-Kamboja, tanggal 4-5 November 2002
• KTT ke-9 di Bali-Indonesia, tanggal 7-8 Oktober 2003
• KTT ke-10 di Vientiane-Laos, tanggal 29-30 November 2004
• KTT ke-11 di Kuala Lumpur-Malaysia, tanggal 12-14 Desember 2005
• KTT ke-12 di Cebu-Filipina, tanggal 11-14 Januari 2007 [1]
• KTT ke-13 di Singapura, tanggal 18-22 November 2007



C. Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Asia-Afrika

Konferensi Tingkat Tinggi Asia-Afrika (KTT Asia-Afrika; kadang juga disebut Konferensi Bandung) adalah sebuah konferensi tingkat tinggi antara negara-negara Asia dan Afrika, yang kebanyakan baru saja memperoleh kemerdekaan. KTT ini diselenggarakan oleh Indonesia, Myanmar (dahulu Burma), Sri Lanka (dahulu Ceylon), India dan Pakistan dan dikoordinasi oleh Menteri Luar Negeri Indonesia Roeslan Abdulgani. Pertemuan ini berlangsung antara 18 April-24 April 1955, di Gedung Merdeka, Bandung, Indonesia dengan tujuan mempromosikan kerjasama ekonomi dan kebudayaan Asia-Afrika dan melawan kolonialisme atau neokolonialisme Amerika Serikat, Uni Soviet, atau negara imperialis lainnya.
29 negara yang mewakili lebih dari setengah total penduduk dunia mengirimkan wakilnya. Konferensi ini merefleksikan apa yang mereka pandang sebagai ketidak inginan kekuatan-kekuatan Barat untuk mengkonsultasikan dengan mereka tentang keputusan-keputusan yang mempengaruhi Asia pada masa Perang Dingin; kekhawatiran mereka mengenai ketegangan antara Republik Rakyat Cina dan Amerika Serikat; keinginan mereka untuk membentangkan fondasi bagi hubungan yang damai antara Tiongkok dengan mereka dan pihak Barat; penentangan mereka terhadap kolonialisme, khususnya pengaruh Perancis di Afrika Utara dan kekuasaan kolonial perancis di Aljazair; dan keinginan Indonesia untuk mempromosikan hak mereka dalam pertentangan dengan Belanda mengenai Irian Barat.
Sepuluh poin hasil pertemuan ini kemudian tertuang dalam apa yang disebut Dasasila Bandung, yang berisi tentang "pernyataan mengenai dukungan bagi kedamaian dan kerjasama dunia". Dasasila Bandung ini memasukkan prinsip-prinsip dalam Piagam PBB dan prinsip-prinsip Nehru.
Konferensi ini akhirnya membawa kepada terbentuknya Gerakan Non-Blok pada 1961.

KILAS BALIK KTT ASIA AFRIKA

• 23 Agustus 1953 - Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo (Indonesia) di Dewan Perwakilan Rakyat Sementara mengusulkan perlunya kerjasama antara negara-negara di Asia dan Afrika dalam perdamaian dunia.
• 25 April–2 Mei 1954 - Berlangsung Persidangan Kolombo di Sri Lanka. Hadir dalam pertemuan tersebut para pemimpin dari India, Pakistan, Burma (sekarang Myanmar), dan Indonesia. Dalam konferensi ini Indonesia memberikan usulan perlunya adanya Konferensi Asia-Afrika.
• 28–29 Desember 1954 - Untuk mematangkan gagasan masalah Persidangan Asia-Afrika, diadakan Persidangan Bogor. Dalam persidangan ini dirumuskan lebih rinci tentang tujuan persidangan, serta siapa saja yang akan diundang.
• 18–24 April 1955 - Konferensi Asia-Afrika berlangsung di Gedung Merdeka, Bandung. Persidangan ini dirasmikan oleh Presiden Soekarno dan diketuai oleh PM Ali Sastroamidjojo. Hasil dari persidangan ini berupa persetujuan yang dikenal dengan Dasasila Bandung.

Pelopor Konferensi Tingkat Tinggi Asia-Afrika

• Ali Sastroamidjojo - Indonesia
• Jawaharlal Nehru - India
• John Kotelawala - Srilangka
• Muhammad Ali Bogra - Pakistan
• U Nu - Myanmar




DASASILA BANDUNG

Dasasila Bandung adalah sepuluh poin hasil pertemuan Konferensi Tingkat Tinggi Asia-Afrika yang dilaksanakan pada April 1955 di Bandung, Indonesia. Pernyataan ini berisi tentang "pernyataan mengenai dukungan bagi kedamaian dan kerjasama dunia". Dasasila Bandung ini memasukkan prinsip-prinsip dalam Piagam PBB dan prinsip-prinsip Nehru.

Isi Dasasila Bandung:
1. Menghormati hak-hak dasar manusia dan tujuan-tujuan serta asas-asas yang termuat didalam piagam PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa).
2. Menghormati kedaulatan dan integritas teritorial semua bangsa.
3. Mengakui persamaan semua suku bangsa dan persamaan semua bangsa, besar mahupun kecil.
4. Tidak melakukan campur tangan atau intervensi dalam soalan-soalan dalam negeri negara lain.
5. Menghormati hak setiap bangsa untuk mempertahankan diri sendiri secara sendirian mahupun secara kolektif, yang sesuai dengan Piagam PBB.
6. (a) Tidak menggunakan peraturan-peraturan dan pertahanan kolektif untuk bertindak bagi kepentingan khusus dari salah satu negara-negara besar, (b) Tidak melakukan campur tangan terhadap negara lain.
7. Tidak melakukan tindakan ataupun ancaman agresi mahupun penggunaan kekerasan terhadap integritas teritorial atau kemerdekaan politik suatu negara.
8. Menyelesaikan segala perselisihan internasional dengan cara damai, seperti perundingan, persetujuan, arbitrasi, atau penyelesaian masalah hukum , ataupun lain-lain cara damai, menurut pilihan pihak-pihak yang bersangkutan, yang sesuai dengan Piagam PBB.
9. Memajukan kepentingan bersama dan kerjasama.
10. Menghormati hukum dan kewajiban–kewajiban internasional

GERAKAN NON-BLOK

Gerakan Non-Blok (GNB) (bahasa Inggris: Non-Aligned Movement/NAM) adalah suatu organisasi internasional yang terdiri dari lebih dari 100 negara-negara yang tidak menganggap dirinya beraliansi dengan atau terhadap blok kekuatan besar apapun. Tujuan dari organisasi ini, seperti yang tercantum dalam Deklarasi Havana tahun 1979, adalah untuk menjamin "kemerdekaan, kedaulatan, integritas teritorial, dan keamanan dari negara-negara nonblok" dalam perjuangan mereka menentang imperialisme, kolonialisme, neo-kolonialisme, apartheid, Zionisme, rasisme dan segala bentuk agresi militer, pendudukan, dominasi, interferensi atau hegemoni dan menentang segala bentuk blok politik.[1] Mereka merepresentasikan 55 persen penduduk dunia dan hampir 2/3 keangotaan PBB. Negara-negara yang telah menyelenggarakan konferensi tingkat tinggi (KTT) Non-Blok termasuk Yugoslavia, Mesir, Zambia, Aljazair, Sri Lanka, Kuba, India, Zimbabwe, Indonesia, Kolombia, Afrika Selatan dan Malaysia.
Anggota-anggota penting di antaranya Yugoslavia, India, Mesir, Indonesia, Pakistan, Kuba, Kolombia, Venezuela, Afrika Selatan, Iran, Malaysia, dan untuk suatu masa, Republik Rakyat Cina. Meskipun organisasi ini dimaksudkan untuk menjadi aliansi yang dekat seperti NATO atau Pakta Warsawa, negara-negara anggotanya tidak pernah mempunayi kedekatan yang diingikan dan banyak anggotanya yang akhirnya diajak beraliansi salah satu negara-negara adidaya tersebut. Misalnya, Kuba mempunyai hubungan yang dekat dengan Uni Soviet pada masa Perang Dingin. Atau India yang bersekutu dengan Uni Soviet untuk melawan Tiongkok selama beberapa tahun. Lebih buruk lagi, beberapa anggota bahkan terlibat konflik dengan anggota lainnya, seperti misalnya konflik antara India dengan Pakistan, Iran dengan Irak. Gerakan ini sempat terpecah pada saat Uni Soviet menginvasi Afghanistan pada tahun 1979. Ketika itu, seluruh sekutu Soviet mendukung invasi sementara anggota GNB, terutama negara dengan mayoritas muslim, tidak mungkin melakukan hal yang sama untuk Afghanistan akibat adanya perjanjian nonintervensi.

D. Perserikatan Bangsa-Bangsa

Perserikatan Bangsa-Bangsa atau disingkat PBB (bahasa Inggris: United Nations atau disingkat UN) adalah sebuah organisasi internasional yang anggotanya hampir seluruh negara di dunia. Lembaga ini dibentuk untuk memfasilitasi dalam hukum internasional, pengamanan internasional, lembaga ekonomi, dan perlindungan sosial.
Perserikatan Bangsa-bangsa didirikan di San Francisco pada 24 Oktober 1945 setelah Konferensi Dumbarton Oaks di Washington, DC, namun Sidang Umum yang pertama - dihadiri wakil dari 51 negara - baru berlangsung pada 10 Januari 1946 (di Church House, London). Dari 1919 hingga 1946, terdapat sebuah organisasi yang mirip, bernama Liga Bangsa-Bangsa, yang bisa dianggap sebagai pendahulu PBB.
Sejak didirikan di San Francisco pada 24 Oktober 1945 sedikitnya 192 negara menjadi anggota PBB. Semua negara yang tergabung dalam wadah PBB menyatakan independensinya masing-masing, selain Vatikan dan Takhta Suci serta Republik Cina (Taiwan) yang tergabung dalam wilayah Cina pada 1971.
Hingga tahun 2007 sudah ada 192 negara anggota PBB. Sekretaris Jenderal PBB saat ini adalah Ban Ki-moon asal Korea Selatan yang menjabat sejak 1 Januari 2007.

STRUKTUR ORGANISASI PBB

Majelis Umum (General Assembly)
Majelis Umum PBB atau Sidang Umum PBB adalah salah satu dari enam badan utama PBB. Majelis ini terdiri dari anggota dari seluruh negara anggota dan bertemu setiap tahun dibawah seorang Presiden Majelis Umum PBB yang dipilih dari wakil-wakil. Pertemuan pertama diadakan pada 10 Januari 1946 di Hall Tengah Westminster di London dan termasuk wakil dari 51 negara.
Pertemuan ini biasanya dimulai di Selasa ketiga bulan September dan berakhir pada pertengahan Desember. Pertemuan khusus dapat diadakan atas permintaan dari Dewan Keamanan, mayoritas anggota PBB. Pertemuan khusus diadakan pada Oktober 1995 untuk memperingati perayaan 50 tahun PBB.

Dewan Keamanan (Security Council)
Dewan Keamanan PBB adalah badan terkuat di PBB. Tugasnya adalah menjaga perdamaian dan keamanan antar negara.
Sedang badan PBB lainnya hanya dapat memberikan rekomendasi kepada para anggota, Dewan Keamanan mempunyai kekuatan untuk mengambil keputusan yang harus dilaksanakan para anggota di bawah Piagam PBB.
Dewan Keamanan mengadakan pertemuan pertamanya pada 17 Januari 1946 di Church House, London dan keputusan yang mereka tetapkan disebut Resolusi Dewan Keamanan PBB.

Dewan Ekonomi dan Sosial (Economic and Social Council)
Tugas Dewan Ekonomi dan Sosial :
• Mengadakan penyelidikan dan menyusun laporan tentang soal-soal ekonomi, sosial, pendidikan, dan kesehatan di seluruh dunia
• Membuat rencana perjanjian tentang soal tersebut dengan negara-negara anggota untuk diajukan kepada Majelis Umum
• Mengadakan pertemuan-pertemuan internasional tentang hal-hal yang termasuk tugas dan wewenangnya

Dewan Perwalian (Trusteeship Council)
Dewan Perwalian PBB adalah suatu sistem perwalian internasional lebih jauh telah didirikan oleh anggota PBB untuk mengatur pemerintah daerah-daerah yang ditempatkan di bawah pengawasan PBB melalui persetujuan-persetujuan perwalian individual. (daerah-daerah yang demikian oleh karena itu disebut “daerah-daerah perwalian”).

Mahkamah Internasional (International Coyrt of Justice)
Mahkamah Internasional berkedudukan di Den Haag, Belanda . Mahkamah merupakan badan kehakiman yang terpenting dalam PBB . Dewan keamanan dapat menyerahkan suatu sengketa hukum kepada mahkamah, majelis umum dan dewan keamanan dapat memohon kepada mahkamah nasehat atas persoalan hukum apa saja dan organ-organ lain dari PBB serta badan-badan khusus apabila pendapat wewenang dari majelis umum dapat meminta nasehat mengenai persoalan-persoalan hukum dalam ruang lingkup kegiatan mereka. Majelis umum telah memberikan wewenang ini kepada dewan ekonomi dan sosial, dewan perwakilan, panitia interim dari majelis umum , dan beberapa badan-badan antar pemerintah.

Sekretariat
Sekretariat PBB adalah salah satu badan utama dari PBB dan dikepalai oleh seorang Sekretaris Jendral PBB, dibantu oleh seorang staff pembantu pemerintah sedunia. Badan ini menyediakan penelitian, informasi, dan fasilitas yang dibutuhkan oleh PBB untuk rapat-rapatnya. Badan ini juga membawa tugas seperti yang diatur oleh Dewan Keamanan PBB, Sidang Umum PBB, Dewan Ekonomi dan Sosial PBB dan badan PBB lainnya. Piagam PBB menyediakan para staff dipilih berdasarkan aplikasi standar efisiensi, kompeten, dan integritas tertinggi, dikarenakan kepentingan mengambil dari tempat geografi yang luas.
E. Kerja Sama dan Perjanjian Internasional yang Bermanfaat bagi Indonesia

1. Politik Luar Negeri Republik Indonesia
Pemerintah RI mengambil kebijakan politik luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif. Dalam rangka menciptakan perdamaian dunia yang abadi, adil, dan sejahtera, negara kita harus tetap melaksanakan politik luar negeri yang bebas dan aktif.
Sifat politik luar negeri negara RI yang bebas aktif mengandung makna sebagai berikut:
a. bebas aktif, antiimperalisme dan kolonialisme dalam segala bentuk manifestasinya dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
b. mengabdi kepada kepentingan nasional dan amanat penderitaan rakyat.
A. Landasan hukum politik luar negeri RI
a. landasan idealnya adalah pancasila
b. landasan konstitusionalnya adalah UUD 1945 yang terdapat dalam batang tubuh UUD 1945 pasal 11 dan pasal 13
c. landasan operasional (lihat buku cetak Erlangga hal. 140)
B. Tujuan politik luar negeri RI
a. Pembentukan satu negara RI yang berbentuk negara kesatuan dan negara kebangsaan yang demokratis dengan wilayah kekuasaan dari sabang sampai merauke.




PUSTAKA ACUAN


Buku :
Budiyanto. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan untuk SMA Kelas XI, Jakarta: ERLANGGA.
Eny, Pri dkk. Pendidikan Kewarganegaraan SMA/MA, Solo: CV Teguh Karya.

Websites:

Http://wikipedia
Diposting oleh pak guru teddy
KUTIPAN PENJELASAN UMUM
UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 1999
 

1. Dasar Pemikiran
a.Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, dengan memberikan kesempatan dan keleluasaan kepada Daerah untuk menyelenggarakan Otonomi Daerah. Karena itu, Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945, antara lain, menyatakan bahwa pembagian Daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil, dengan bentuk dan susunan pemerintahannya ditetapkan dengan Undang-Undang. Dalam penjelasan pasal tersebut, antara lain, dikemukakan bahwa "oleh karena Negara Indone- sia itu suatu eenheidsstaat, maka Indonesia tidak akan mempunyai Daerah dalam lingkungannya yang bersifat staat juga. Daerah Indonesia akan dibagi dalam Daerah Propinsi dan Daerah Propinsi akan dibagi dalam daerah yang lebih kecil. Di daerah- daerah yang bersifat otonom (streek en locale rechtgemeenschappen) atau bersifat administrasi belaka, semuanya menurut aturan yang akan ditetapkan dengan Undang-Undang". Di daerah-daerah yang bersifat otonom akan diadakan Badan Perwakilan Daerah. Oleh karena itu di daerah pun, pemerintahan akan bersendi atas dasar permusyawarakatan.
b.Dengan demikian, Undang-Undang Dasar 1945 merupakan landasan yang kuat untuk menyelenggarakan otonomi dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada daerah, sebagaimana tertuang dalam Ketetapan MPR-RI Nomor XVIMPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah; Pengaturan, Pembagian, dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang Berkeadilan; serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah Dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
c.Undang-undang ini disebut "Undang-undang tentang Pemerintahan Daerah" karena undang-undang ini pada prinsipnya mengatur penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang lebih mengutamakan pelaksanaan asas demokratisasi.
d.Sesuai dengan Ketetapan MPR-RI Nomor XV/ MPR/1998 tersebut di atas, penyelenggaraan Otonomi Daerah dilaksanakan dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada Daerah secara proporsional yang diwujudkan dengan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan Otonomi Daerah juga dilaksanakan dengan prinsip-prinsip demokrasi, peran-serta masyarakat, pemerataan, dan keadilan, serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman Daerah.
e.Hal-hal yang mendasar dalam undang-undang ini adalah mendorong untuk memberdayakan masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan kreativitas, meningkatkan peran-serta masyarakat, mengembangkan peran dan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Oleh karena itu, undang-undang ini menempatkan Otonomi Daerah secara utuh pada Daerah Kabupaten dan Daerah Kota, yang dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 berkedudukan sebagai Kabupaten Daerah Tingkat II dan Kotamadya Daerah Tingkat II. Daerah Kabupaten dan Daerah Kota tersebut berkedudukan sebagai Daerah Otonom mempunyai kewenangan dan keleluasaan untuk membentuk dan melaksanakan kebijakan menurut prakarsa dan aspirasi masyarakat.
f.Propinsi Daerah Tingkat I menurut Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974, dalam undang-undang ini dijadikan Daerah Propinsi dengan kedudukan sebagai Daerah Otonom dan sekaligus Wilayah Administrasi, yang melaksanakan kewenangan Pemerintah Pusat yang didelegasikan kepada Gubernur. Daerah Propinsi bukan merupakan Pemerintah atasan dari Daerah Kabupaten dan Daerah Kota. Dengan demikian, Daerah Otonom Propinsi dan Daerah Kabupaten dan Daerah Kota tidak mempunyai hubungan hierarki.
g.Pemberian kedudukan Propinsi sebagai Daerah Otonom dan sekaligus sebagai Wilayah Administrasi dilakukan dengan pertimbangan :
i.untuk memelihara hubungan yang serasi antara Pusat dan Daerah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia;
ii.untuk menyelenggarakan Otonomi Daerah yang bersifat lintas Daerah Kabupaten dan Daerah Kota serta melaksanakan kewenangan Otonomi Daerah yang belum dapat dilaksanakan oleh Daerah Kabupaten dan Daerah Kota; dan
iii.untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintahan tertentu yang dilimpahkan dalam rangka pelaksanaan asas dekonsentrasi.
h.Dengan memperhatikan pengalaman penyelenggaraan Otonomi Daerah pada masa lampau yang menganut prinsip otonomi yang nyata dan bertanggung jawab dengan penekanan pada otonomi yang lebih merupakan kewajiban daripada hak, maka dalam undang-undang ini pemberian kewenangan otonomi kepada Daerah Kabupaten dan Daerah Kota didasarkan kepada asas desentralisasi saja dalam wujud otonomi yang luas, nyata, dan bertanggung jawab. Kewenangan otonomi luas adalah keleluasaan Daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan yang mencangkup kewenangan semua bidang pemerintahan, kecuali kewenangan di bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter, dan fiskal, agama, serta kewenangan bidang lainnya yang akan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Di samping itu keleluasaan otonomi mencakup pula kewenangan yang utuh dan bulat dalam penyelenggaraannya mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian, dan evaluasi. Yang dimaksud dengan otonomi nyata adalah keleluasaan Daerah untuk menyelenggarakan kewenangan pemerintahan di bidang tertentu yang secara nyata ada dan diperlukan secara tumbuh, hidup, dan berkembang di Daerah. Yang dimaksud dengan otonomi yang bertanggung jawab adalah berupa perwujudan pertanggungjawaban sebagai konsekuensi pemberian hak dan kewenangan kepada Daerah dalam wujud tugas dan kewajiban yang harus dipikul oleh Daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi, berupa peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan, dan pemerataan, serta pemeliharaan hubungan yang serasi antara Pusat dan Daerah serta antar-Daerah dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Otonomi untuk Daerah Propinsi diberikan secara terbatas yang meliputi kewenangan lintas Kabupaten dan Kota, dan kewenangan yang tidak atau belum dilaksanakan oleh Daerah Kabupaten dan Daerah Kota, serta kewenangan bidang pemerintahan tertentu lainnya.
i.Atas dasar pemikiran di atas, prinsip-prinsip pemberian Otonomi Daerah yang dijadikan pedoman dalam Undang-undang ini adalah sebagai berikut :
i.Penyelenggaraan Otonomi Daerah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek demokrasi, keadilan, pemerataan, serta potensi dan keanekaragaman Daerah.
ii.Pelaksanaan Otonomi Daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata, dan bertanggung jawab.
iii.Pelaksanaan Otonomi Daerah yang tuas dan utuh diletakkan pada Daerah Kabupaten dan Daerah Kota, sedang Otonomi Daerah Propinsi merupakan otonomi yang terbatas.
iv.Pelaksanaan Otonomi Daerah harus sesuai dengan konstitusi negara sehingga tetap terjamin hubungan yang serasi antara Pusat dan Daerah serta antar-Daerah.
v.Pelaksanaan Otonomi Daerah harus lebih meningkatkan kemandirian Daerah Otonom, dan karenanya dalam Daerah Kabupaten dan Daerah Kota tidak ada lagi Wilayah Administrasi. Demikian pula di kawasan-kawasan khusus yang dibina oleh Pemerintah atau pihak lain, seperti badan otorita, kawasan pelabuhan, kawasan perumahan, kawasan industri, kawasan perkebunan, kawasan pertambangan, kawasan kehutanan, kawasan perkotaan baru, kawasan pariwisata, dan semacamnya berlaku ketentuan peraturan Daerah Otonom.
vi.Pelaksanaan Otonomi Daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi badan legislatif Daerah, baik sebagai fungsi legislasi, fungsi pengawas maupun fungsi anggaran atas penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
vii.Pelaksanaan asas dekonsentrasi diletakkan pada Daerah Propinsi dalam kedudukannya sebagai Wilayah Administrasi untuk melaksanakan kewenangan pemerintahan tertentu yang dilimpahkan kepada Gubernur sebagai wakil Pemerintah.
viii.Pelaksanaan asas tugas pembantuan dimungkinkan, tidak hanya dari Pemerintah kepada Daerah, tetapi juga dari Pemerintah dan Daerah kepada Desa yang disertai dengan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia dengan kewajiban me(aporkan pelaksanaan dan mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskannya.
2. Pembagian Daerah
Isi dan jiwa yang terkandung dalam Pasal 18 UndangUndang Dasar 1945 beserta penjelasannya menjadi pedoman dalam penyusunan undang-undang ini dengan pokok-pokok pikiran sebagai berikut:
a.Sistem ketatanegaraan Indonesia wajib menjalankan prinsip pembagian kewenangan berdasarkan asas dekonsentrasi dan desentralisasi dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b.Daerah yang dibentuk berdasarkan asas desentralisasi dan dekonsentrasi adalah Daerah Propinsi, sedangkan Daerah yang dibentuk berdasarkan asas desentralisasi adalah Daerah Kabupaten dan Daerah Kota. Daerah yang dibentuk dengan asas desentralisasi berwenang untuk menentukan dan melaksanakan kebijakan atas prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat;
c.Pembagian Daerah di luar Daerah Propinsi dibagi habis ke dalam Daerah Otonom. Dengan demikian, Wilayah Administrasi yang berada dalam Daerah Kabupaten dan Daerah Kota dapat dijadikan Daerah Otonom atau dihapus;
d.Kecamatan yang menurut Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 sebagai Wilayah Administrasi dalam kerangka dekonsentrasi, menurut undang-undang ini kedudukannya diubah menjadi perangkat Daerah Kabupaten atau Daerah Kota.

3. Prinsip Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
Prinsip penyelenggaraan Pemerintahan Daerah adalah :
a.digunakannya asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan;
b.penyelenggaraan asas desentralisasi secara utuh dan bulat yang dilaksanakan di Daerah Kabupaten dan Daerah Kota; dan
c.asas tugas pembantuan yang dapat dilaksanakan di Daerah Propinsi, Daerah Kabupaten, Daerah Kota dan Desa.

4. Susunan Pemerintahan Daerah dan Hak DPRD
Susunan Pemerintahan Daerah Otonom meliputi DPRD dan Pemerintah Daerah. DPRD dipisahkan dari Pemerintah Daerah dengan maksud untuk lebih memberdayakan DPRD dan meningkatkan pertanggungjawaban Pemerintah Daerah kepada rakyat. Oleh karena itu hak-hak DPRD cukup luas dan diarahkan untuk menyerap serta menyalurkan aspirasi masyarakat menjadi kebijakan Daerah dan melakukan fungsi pengawasan.
5. Kepala Daerah

Untuk menjadi Kepala Daerah, seseorang diharuskan memenuhi persyaratan tertentu yang intinya agar Kepala Daerah selalu bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki etika dan moral, berpengetahuan, dan berkemampuan sebagai pimpinan pemerintahan, berwawasan kebangsaan, serta mendapatkan kepercayaan rakyat. Kepala Daerah di samping sebagai p.impinan pemerintahan, sekaligus adalah Pimpinan Daerah dan pengayom masyarakat sehingga Kepala Daerah harus mampu berpikir, bertindak, dan bersikap dengan lebih mengutamakan kepentingan bangsa, negara dan masyarakat umum daripada kepentingan pribadi, golongan, dan aliran. Oleh karena itu, dari kelompok atau etnis, dan keyakinan mana pun Kepala Daerah harus bersikap arif, bijaksana, jujur, adil, dan netral.
6. Pertanggungjawaban Kepala Daerah

Dalam menjalankan tugas dan kewajiban Pemerintah Daerah, Gubernur bertanggung jawab kepada DPRD Propinsi, sedangkan dalam kedudukannya sebagai wakil Pemerintah, Gubernur bertanggung jawab kepada Presiden. Sementara itu, dalam penyelenggaraan Otonomi Daerah di Daerah Kabupaten dan Daerah Kota, Bupati atau Walikota bertanggungjawab kepada DPRD Kabupaten/DPRD Kota dan berkewajiban memberikan laporan kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri dalam rangka pembinaan dan pengawasan.
7. Kepegawaian

Kebijakan kepegawaian dalam undang-undang ini dianut kebijakan yang mendorong pengembangan Otonomi Daerah sehingga kebijakan kepegawaian di Daerah yang dilaksanakan oleh Daerah Otonom sesuai dengan kebutuhannya, baik pengetahuan, penempatan, pemindahan, dan mutasi maupun pemberhentian sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Mutasi antarDaerah Propinsi dan/atau antar-Daerah Kabupaten dan Daerah Kota didasarkan pada kesepakatan Daerah Otonom tersebut.
8. Keuangan Daerah

(a) Untuk menyelenggarakan Otonomi Daerah yang luas, nyata, dan bertanggung jawab, diperlukan kewenangan dan kemampuan menggali sumber keuangan sendiri, yang didukung oleh perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah serta antara Propinsi dan Kabupaten/Kota yang merupakan prasyarat dalam sistem Pemerintahan Daerah.
(b) Dalam rangka menyelenggarakan Otonomi Daerah kewenangan keuangan yang melekat pada setiap kewenangan pemerintahan menjadi kewenangan Daerah.
9. Pemerintahan Desa
a.Desa berdasarkan Undang-undang ini adalah Desa atau yang disebut dengan nama lain sebagai suatu kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai susunan asli berdasarkan hak asal-usul yang bersifat istimewa, sebagaimana dimaksud dalam penjelasan Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945. Landasan pemikiran dalam pengaturan mengenai Pemerintahan Desa adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi, dan pemberdayaan masyarakat.
b.Penyelenggaraan Pemerintahan Desa merupakan subsistem dari sistem penyelengaraan pemerintahan sehingga Desa memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya. Kepala Desa bertanggung jawab pada Badan Perwakilan Desa dan menyampaikan laporan pelaksanaan tugas tersebut kepada Bupati.
c.Desa dapat melakukan perbuatan hukum, baik hukum publik maupun hukum perdata, memiliki kekayaan, harta benda, dan bangunan serta dapat dituntut dan menuntut di pengadilan. Untuk itu, Kepala Desa dengan persetujuan Badan Perwakilan Desa mempunyai wewenang untuk melakukan perbuatan hukum dan mengadakan perjanjian yang saling menguntungkan.
d.Sebagai perwujudan demokrasi, di Desa dibentuk Badan Perwakilan Desa atau sebutan lain yang sesuai dengan budaya yang berkembang di Desa yang bersangkutan, yang berfungsi sebagai lembaga legislasi dan pengawasan dalam hal pelaksanaan Peraturan Desa, Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, dan Keputusan Kepala Desa.
e.Di Desa dibentuk lembaga kemasyarakatan Desa lainnya sesuai dengan kebutuhan Desa. Lembaga dimaksud merupakan mitra Pemerintah Desa dalam rangka pemberdayaan masyarakat Desa.
f.Desa memiliki sumber pembiayaan berupa pendapatan Desa, bantuan Pemerintah dan Pemerintah Desa, pendapatan lain-lain yang sah, sumbangan pihak ketiga dan pinjaman Desa.
g.Berdasarkan hak asal-usul Desa yang bersangkutan, Kepala Desa mempunyai wewenang untuk mendamaikan perkara/sengketa dari para warganya.
h.Dalam upaya meningkatkan dan mempercepat pelayanan kepada masyarakat yang bercirikan perkotaan dibentuk Kelurahan sebagai unit Pemerintah Kelurahan yang berada di dalam Daerah Kabupatn dan/atau Daerah Kota.
10. Pembinaan dan Pengawasan

Yang dimaksud dengan pembinaan adalah lebih ditekankan pada memfasilitasi dalam upaya pemberdayaan Daerah Otonom, sedangkan pengawasan lebih ditekankan pada pengawasan represif untuk lebih memberikan kebebasan kepada Daerah Otonom dalam mengambil keputusan serta memberikan peran kepada DPRD dalam mewujudkan fungsinya sebagai badan pengawas terhadap pelaksanaan Otonomi Daerah. Karena itu, Peraturan Daerah yang ditetapkan Daerah Otonom tidak memerlukan pengesahan terlebih dahulu oleh pejabat yang berwenang.


 
TULISAN LAIN:
TAP MPR No. XV/ /MPR/1998 Tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah
Otonomi Daerah Lahirkan Konflik Kewenangan (Kompas, 13 Maret 2001)
Kabupaten Pamekasan (Kompas, 13 Maret 2001)
Antara Kemampuan dan Upaya (Kompas, 13 Maret 2001)
Otonomi Khusus, Langkah Memajukan Irja (Kompas, 13 Maret 2001)
Sebelas Ruas Jalan Utama Irja Dibangun (Kompas, 12 Maret 2001)
Hanya Jakarta yang Siap Laksanakan Otonomi Daerah (Kompas, 21 November 2000)
Jakarta Siap Laksanakan Otonomi Daerah (Kompas, 20 November 2000)
Diposting oleh pak guru teddy
Soal dari pak presiden
Jelaskan mengapa presiden dalam memberikan grasi dan rehabilitasi harus dengan memperhatikan pertimbangan MA dan mengapa presiden dalam memberikan amnesti dan abolisi harus dengan memperhatikan pertimbangan DPR?


Jelaskan arti masing2 istilah
Presiden harus meminta pertimbangan MA dalam memberikan grasi dan rehabilitasi, karena MA merupakan lembaga yudikatif dan juga lembaga peradilan tertinggi negara.
Presiden harus meminta pertimbangan MA dalam memberikan amnesti dan abolisi, karena terdapat unsur politik
Selain itu juga, dalam penggunaan kekuasaannya, presiden secara cermat juga harus memperhatikan pandangan dari dua lembaga itu karna itu merupakan bagian dari check and balances di antara lembaga2 negara dalam menggunakan kekuatannya
Pasal 14 ayat 1 dan 2

Apakah calon perorangan dimungkinkan mengikuti Pemilu presiden dan Wapres dan jelaskan bahwa ketentuan yang menyatakan bahwa persyaratan Capres dan cawapres harus diusulkan oleh Parpol atau gabungan Parpol tidak akan menghambat WNI yang tidak menjadi anggota Parpol menjadi Presiden dan Wakil Presiden

Calon perorangan bisa mengikuti Pemilu presiden dan Wakil Presiden dengan syarat harus diusulkan dari parpol atau gabungan parpol. Berdasarkan pasal 1 ayat 2 bahwa kedaulatan ada di tangan rakyat, suara rakyat terwakilkan dalam parpol tertentu karena itulah partai politik yang mengusulkan sebagaimana amanat rakyat pada pemilu legislatif.

Jelaskan dasar hukum dan tujuan ditetapkannya TAP MPR RI no I/MPR.2003 tentang Peninjauan terhadap materi dan status hukum ketetapan MPRS dan MPR tahun 1960-2002 serta sebutkan substansi ketetapan tersebut

Dasar hukum dilakukannya peninjauan yaitu
Pasal satu aturan tambahan UUD NRI tahun 1945
Tujuannya yaitu umtuk meninjau dan menentukan hal-hal yang berkenaan dengan materi dan status hukum ketetapan mprs dan ketetapan mprri yagn ada pada saat ini serta untuk menentukan eksistensi dari tap mprs dan tap mprri tersebut untuk saat ini dan masa yang akan datang.
Adapun substansi dari tap MPRRI no 1 MPR 2003
Yaitu
Pasal 1 tentang ketetapan mprs dan ketetapan mprri yang dicabut dan dinyatakan tidak berlaku terdiri atas 8 ketetapan.
Pasal 2 tentang ketetapan mprs dan ketetapan mprri yang dinyatakan tetap berlaku dengan ketentuan terdiri atas 3 ketetapan
Pasal tiga yaitu ketetapan mprs dan ketetapan mprri yang dinyatakan tetap berlaku sampai dengan terbentuknya pemerintahan hasil penilu tahun 2004 terdiri atas 8 ketetapan
Pasal empat tentang ketetapan mprs dan ketetapan mprri yang dilnyatakan tetap berlaku dengan ketentuan dengan 11 ketetapan
Diantara 11 ketetapan tersebut terdapat satu ketetapan yang tidak berlaku yaitu ketetapan MPRRI no 3 MPR th 2000, arena sudah ada UU no 10 th 2004
Pasal 5 tentang ketetapan mprs dan ketetapan mprri tetap berlaku sampai dengan terbentuknya tata tertib baru MPR hasil pemilu th 2004 terdiri atas 5 ketetapan
Pasal enam tentang ketetapan mprs dan ketetapan mprri yang dinyatakan tidak perlu dilakukan peninjauan ulang baik karna telah selesai dilaksanakan bersifat final atau emalikh.terdiri atas 104 ketetapan sehingga total seluruh ketetapan MPRRI no 1 MPR th 2003 adalah 149 ketetapan, yang berlaku hanya 13

TEMATIK
Jelaskan apa yang dimaksud melindungi segenap bangsa indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia sebagaimana yang terkandung dlm uud 45
Pemerintah hendaknya mlindungi segenap bangsanya dan sekuruh rakyatnya walaupun rakyatnya melakukan kesalahan di luar negri dan tidak lepas tangan dalam urusan perlindungan bangsa dan negaranya. Artinya indonesia bertanggung jawab penuh terhadap rakyatnya di luar maupun dalam negri (8)

Jelaskan apa yang dimaksud mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana terkandung dalam UUD 1945
Maksudnya tidak hanya mencerdaskan dalam hal pendidikan tapi juga dalam hal moral. Contohnya dari wajib belajar 6 th menjadi 9 tahun untuk meningkatkan kualitas SDM (7)

Jelaskan apa yang dimaksud memajukan kesejahteraan umum sebagainana terkandung dalam UUD 1945
Sesuai dengan pasal 27 ayat 2 setiap warga negara berhak atas penghidupan yang layak keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia.
Sesuai pasal 33 agar terciptanya pemerataan ekonomi (8)

Perubahan UUD 1945 dilakukan dalam berapa tahap
a. 3 tahap 1999,2000,2001
b. 4 tahap 1999,2000,2001,dan 2002

Apa istilah resmi yang kita gunakan. Apakah perubahan atau amandemen
a. kedua istilah itu sama dan dapat digunakan
b. istilah yang resmi adalah istilah perubahan

apa maksud dari pernyataan dari indonesia adalah negara hukum
a. semua anggota masyarakat dapat menyusun hukun
b. setoap sikap dan kebijakan dan perilaku negara dan penduduk baik warga negara maupun orang asing harus berdasar dan sesuai dengan hukum

salah satu prinsip dasar dlm negara yagn menganut pahan negara hukum adala
a. supremasi hukum
b. supremasi parlemen

salah satu tujuan penyelenggaraan negara berdasarkan UUD NRI 1945 adalah
a. mencerdaskan kehidupan bangsa
b. memberikan beasiswa bagi anak sekolah

manakah pasal dalam UUD 1945 yang mengatur tentang tatacara perubahan uud 45
a. pasal 36
b. pasal 37

pasal 1 ayat 2 uud45 semula berbunyi kedaulatan adalah di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh mpr yang kemudian diubah berbunyi kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan perubahan pasal 1 ayat 2? Apa tujuan dilakukannya perubahan pasal 1 ayat 2 tersebut?
a. untuk penegasan kedaulatan rakyat
b. untuk penegasan mpr sebagai lembaga tertinggi negara

rumusan bab I UUD 45 adalah
a. bab tentang kedaulatan rakyat
b. beb ttg bentuk dan kedaulatan

salah satu prisnsip dasar dalam negaray ang menganut paham negara hukum adalah
a. adanya upaya penegakan hukum dengan cara yang tidak bertentangan dengan hukum
b. adanya peradilan adat

berukut adalah salah satu implementasi dari penggunaan menurut UUD 1945
a. pemilihan presiden langsung
b. penunjukkan anggota DPR

siapa yang berwenang mengubah uud nri 1945
a. presiden dan dpr
b. mpr

sistematika uud 1945 sebelum diubah terdiri atas tiga bagiatn yakni pembukaan, batang tubuh, penjelasan
bagaimana sistemarika setelah perubahan
a. pembukaan dan pasal-pasal
b. sistematikanya tetap sama

berikut ini adalah pasal-pasal yang d uud 45 yang tidak dapat diubah
a. pasal mengenai jumlah anggota mpr
b. pasal yang menyatakan tentang NKRI

salah satu prinsip dasar dalam negara yang menganut paham negara hukum adalah….
a. adanya kesetaraan di hadapan hukum
b. adanya kesetaraan di dalam pekerjaan

salah satu tujuan penyelenggaraan negara berdasarkan uud nri 1945 adalah
a. mengirimkan pasukan perang ke negara konflik
b. melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi dan keadilan sosial

nama resmi undang-undang undang dasar indonesia adalah
undang undang dasar negara republik indonesia tahun 1945

dalam alinea berapakah pada pembukaan uud 1945 yang menyatakan pengakuan negara indonesia bahwa kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa
alinea ketiga

sebutkan susunan naskah resmi uudnri tahun 1945 setelah dilakukan perubahan dengan cara adendum
naskah perubahan pertama, naskah perubahan kedua, naskah perubahan ketiga dan naskah perubahan keempat

mengapa pembukaan uud 45 tidak diubah ketika mpr melakukan perubahan
karena dalam pembukaan memuat pernyataan tentang kemerdekaan dan pembentukan negara

dalam keadaan apa mpr berwenang memmilih presiden dan wakil presiden
dalam keadaan presiden dan wakil presiden meninggal dunia atau tidak dapat menjalankan kewajibannya

Dalam setiap negara yang menganut paham negara hukum salah satunya adalah bekerjanya prinsip due process of law, apa maknanya?
Segala sesuatu dilaksanakan berdasarkan hukum








Pembukaan UUD45
Lambang negara boleh diubah yang tidak boleh diubah adalah bentuk negara.

Didtim presidensiil 09:40
Meksnisme impeachment. Pemberhentian presiden
Pasal 7a


PANJANG
Seseorang bisa mencalonkan diri sebagai pres/wapres jika dia seorang WNI sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganwgaraan lain atas kehendaknya sendiri. Jadi kalau dia mendapatkan warga negara lain misalnya WN kehormatan dari negara lain dia berhak mencalonkan dirisebagai pres/wapres

Dalam pasal 7 dikatakan presideng wan wapres dapat memgang jabatan 5 tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk satu kali masa jabatan.
Tukeran?

Pemilihan pres dan wapres
Didukung parpol
Kenapa harus ada kriteria 50 persen?

Pendapat DPR ttg pres disamoaipaikan ke MK

Pemilihan pres dalam hal terjadi kekosongan

Jika pres dan wapres berhalangan bersamaan, gabungan parpol yang berhak mengusulkan capres/cawapres adalah parpol/gab parpol yang meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilu sebelumnnya
Pasal 8 ayat 3

Pasal 13
Mengapa?Kewenangan presiden dalam mengangkat dan duta harus memenuhi pertimbangan DPR
Agar terlaksananya prinsip saling mengawasi dan mengimbangi antara presiden dan DPR selain itu, duta bukan merupakan wakil dari pemerintah, tapi wakil dari negara sehingga kedudukan duta sangat penting sehingga dalam mengangkat duta, pres hrs meminta pertimbangan dari DPR.

Apakah lembaga DPA masih ada?
Tidak karena tidak efektif dan tidak efisien dan tidak ada kewajiban dari presiden untuk menerima nasehat dari DPA. Mekanisme pembahasan untuk mengajukan saran dari DPA ke pres juga sangat rumit.
Instisusi yg bertugas untuk memberikan nasehat kepada presiden adalah dewan pertimbangan yang kedudukannya di bawah pres.

BAB 6 pemerintahan daerah
Negara indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik. Negara kesatuan adalah negara yang dibagi atas daerah provinsi dan daerah provinsi dibagi atas kabupaten/kota yang masing2 daerah itu mempunyai pemerintah sendiri dan pemegang kedaulatan negaranya adalah pemerintahan pusat. Berbeda dengan negara federal yang terdiri dari negara2 bagian dan kedaulatan negaranya terletak pada masing2 negara bagian.

Pasal 18 ay 4
Gu, walikota, bupati dipilih secara demokratis. Apa maknanya?
Tidak mesti dipilih langsung oleh rakyat. Dipilih langsung oleh rakyat, tapi juga dapat dipilih oleh lembaga perwakilan rakyat dengan memperhatikan kekhususan dari daerah masing-masing, contoh : provinsi DIJ gubernurnya tidak dipilih langsung oeh rakyat, tapi oleh DPRD. Bisa dipilih langsung oleh rakyat, bisa dipilih oleh DPRD yang memang merupakan wakil2 dari rakyat.

32:57
Pemerintahan daerah terdiri atas?
Unsur pemerintahan daerah
Kepala daerah yang meliputi gubernur atau walikota atau bupati dan dprd. DPRDnya harus dipilih melalui pemilihan umum

Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya kecuali urusan pemerintahan yg oleh UU ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat. Apa saja yg menjadi urusan pem pusat?
1. fiskal nasional dan moneter
2. agama
3. peradilan/yustisi
4. pertahanan dan keamanan
5. politik luar negri

35:30
hubungan pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah (ekonomi, dll)
pasal 18a ay 1

18a ay 2
maknanya supaya ada asa keadilan dan pemerataan. Tidak boleh ada satu provinsi yang sangat kaya dan ada provinsi yang tertinggal kesejahteraannya

18 B ay 2
Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masy hkm adat dan hak2...
DKI, DIJ, aceh, papua
Maknanya Negara juga mengakui keberagaman atau masy tradisionall didlm daerah masing-masing. Spt di jabar masih ada suku badui yg masih diakui keberadaannya
Diposting oleh pak guru teddy
Visit the Site
MARVEL and SPIDER-MAN: TM & 2007 Marvel Characters, Inc. Motion Picture © 2007 Columbia Pictures Industries, Inc. All Rights Reserved. 2007 Sony Pictures Digital Inc. All rights reserved. blogger templates