Senin, 12 Januari 2009
di
19.26
|
0
komentar
Pulau Penyengat
Sultan Riau Grand Mosque
Penyengat Island atau dalam bahasa Indonesianya adalah Pulau Penyengat. Pulau ini menjadi salah satu objek wisata sejarah andalan dari Propinsi Kepulauan Riau - Indonesia. Penyengat, berasal dari kata “Sengat” yang kononnya pada zaman dahulu pulau yang belum berpenghuni ini disinggahi oleh para nelayan/pelaut untuk mendapatkan air bersih. Suatu saat ada seorang nelayan yang sedang asik mengambil air, entah kenapa nelayan tersebut dikejar oleh sekelompok binatang kecil (seperti lebah) yang memiliki sengat. Nelayan tersebut berlari ketakutan sambil meneriakkan kata2 “Penyengat… penyengat… penyengat”. Sejak saat itu, pulau ini dikenal sebagai pulau Penyengat.
Pulau ini terletak hanya sekitar 6 Km laut atau sekitar 15 menit dari kota Tanjung Pinang. Transportasi yang digunakan dari Kota Tanjung Pinang ke Pulau penyengat adalah perahu motor kecil atau yang lebih dikenal dengan sebutan pompong, pompong tersebut dapat memuat kurang lebih 20-30 orang. Ongkos yang diperlukan untuk sekali jalan Rp 5.000,00. Jika ingin menyewa sebuah pompong dalam sekali jalan dikenakan biaya Rp 50.000,00. Sebagai alat transportasi selama di pulau ini, kita dapat menggunakan becak motor. Becak tersebut ditarik dengan menggunakan sepeda motor. Biayanyapun relatif murah, begantung dari tempat yang ingin kita capai. Jika kita ingin menggunakan jasa becak ini untuk mengelilingi pulau, dikenakan biaya Rp 20.000,00.
Pada masa pemerintahan Sultan Riau, pulau penyengat dijadikan markas pemerintahannya ditanah melayu. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya peninggalan-peninggalan sejarah pada masa lalu. Selain sebagai markas pemerintahan, pulau penyengat juga menjadi benteng terdepan dalam menghadang serangan penjajah Belanda.
Sultan Riau yang terkenal adalah Sultan Riau IV dengan gelarnya Raja Haji Fisabilillah. Beliau merupakan pahlawan nasional yang membela tanah melayu dalam peperangan melawan tentara Belanda. Pulau penyengat juga merupakan sebuah mahar (mas kawin) dari Sultan Mahmud yang merupakan keturunan dari Raja Haji Fisabilillah kepada Raja Hamidah a.k.a Engku Putri. Hampir seluruh keturunan raja-raja tersebut dimakamkan dipulau ini. Hal ini dapat kita lihat dari banyaknya makam raja-raja di berbagai tempat dipulau ini.
Makam Raja-Raja Riau (Kiri), Makam Raja Ali Haji (Kanan)
Selain pahlawan peperangan melawan penjajah Belanda, negeri melayu Riau juga memiliki seorang pahlawan nasional dalam bidang sastra dan bahasa Indonesia. Raja Ali Haji begitulah masyarakat Riau mengenalnya. Raja Ali Haji merupakan pujangga terkenal dengan hasil karyanya Gurindam 12. 12 pasal syair melayu yang berisikan petuah dan ajaran kepada seluruh umat manusia untuk saling hormat-menghormati, toleransi dan berbuat baik kepada sesama. Selain itu juga terdapat pesan-pesan agama Islam yang memberikan ajaran kepada pemeluknya.
Makam Raja Hamidah a.k.a Engku Putri
Sebagai salah satu objek wisata budaya, hal yang dapat dilihat dari Pulau Penyengat adalah keindahan Mesjid Raya Sultan Riau. Mesjid tersebut kononnya merupakan sebuah istana yang dibangun tanpa semen. Bahan utamanya adalah batu bata yang dibuat dari tanah liat dan dilekatkan dengan putih telur. Untuk mewarnai mesjid tersebut digunakan kuning telur. Alhasil mesjid tersebut masih berwarna kuning hingga saat ini. Memang untuk saat ini pengecetan tidak lagi dilakukan dengan menggunakan bahan dasar telur. Penduduk setempat mengatakan bahwa, mesjid tersebut tidak akan pernah penuh walaupun digunakan oleh banyak kalangan untuk melakukan ibadah. Sebagai sebuah istana yang tidah terlalu megah, memang ukuran mesjid ini tidak terlalu besar. Setiap hari jumat banyak wisatawan yang menyempatkan diri untuk sholat dimesjid ini, selain penduduk lokal tentunya.
Benteng Bukit Kursi
Bukti dari pusat pertahanan semasa peperangan dapat dilihat dari adanya sebuah benteng diatas bukit. Benteng tersebut terkenal dengan nama Bukit Kursi. Sebagai sebuah pusat pertahanan, benten ini memiliki beberapa buah meriam yang menghadap kelaut. Meriam-meriam tersebut sangat strategis letaknya, yang setiap saat siap diledakkan jika kapan musuh mendekat.
Balai Adat Pulau Penyengat
Satu lagi peninggalan sejarah yang dapat kita kunjungi adalah Balai Adat. Balai Adat merupakan tempat penyimpanan perkakas-perkakas raja dan tuan putri. Balai ada ini juga memiliki pelaminan tempat dilangsungkannya pesta pernikahan. Menurut masyarakat setempat, dibawah balai ada ini terdapat sebuah sumur yang memiliki mata air jernih dan dari dahulu hingga sekarang ukuran airnya tidak pernah berkurang sedikitpun.
Penyengat Inderasakti
Peta lokasi pulau Penyengat Inderasakti
{{{peta2}}}
Koordinat
Negara
Indonesia
Gugus kepulauan
Kepulauan Riau
Provinsi
Kepulauan Riau
Kabupaten
Garis pantai
-
Luas
- km²
Populasi
-
Kota terbesar
{{{kota terbesar}}}
(?)
Selamat Datang di Pulau Penyengat
Masjid raya Sultan Riau di pulau Penyengat
Pulau Penyengat atau Pulau Penyengat Inderasakti dalam sebutan sumber-sumber sejarah, adalah sebuah pulau kecil yang berjarak kurang lebih 6 km dari kota Tanjung Pinang, ibukota dari propinsi Kepulauan Riau. Pulau ini berukuran kurang lebih hanya 2.500 x 750 m, dan berjarak lebih kurang 35 km dari pulau Batam. Pulau ini dapat dituju dengan menggunakan perahu bot atau lebih dikenal bot pompong. Dengan menggunakan bot pompong, waktu yang bisa ditempuh kurang lebih dalam waktu 15 menit.
Makam raja-raja (Raja Ja'afar dan Raja Ali Marhum Kantor) yang berada di tengah-tengah pulau Penyengat
Pulau Penyengat merupakan salah satu obyek wisata di Kepulauan Riau. Salah satu objek yang bisa kita liat adalah Masjid Raya Sultan Riau yang terbuat dari putih telur, makam-makam para raja, makam dari pahlawan nasional Raja Ali Haji, kompleks Istana Kantor dan benteng pertahanan di Bukit Kursi.
Kompleks Istana Kantor sebagai objek pariwisata di pulau Penyengat
Sejarah
Pada abad ke-18, Raja Haji membangun sebuah benteng di Pulau Penyengat, benteng tersebut tepatnya berada di Bukit Kursi, disana ditempatkan beberapa meriam sebagai basis pertahanan Bintan Ia menguasai wilayah istrinya Raja Hamidah tahun 1804. Anaknya kemudian memerintah seluruh kepulauan Riau dari Pulau Penyengat. Sementara itu, saudara laki-lakinya memerintah di Pulau Lingga di sebelah selatan dan mendirikan Kesultanan Lingga-Riau.
Makam Engku Putri Raja Hamidah (wafat 12/7/1844)
Gurindam 12 merupakan puisi, hasil karya Raja Ali Haji seorang sastrawan dan Pahlawan Nasional dari Pulau Penyengat, Provinsi Kepulauan Riau.
Gurindam I
Ini gurindam pasal yang pertama:
Barang siapa tiada memegang agama,
sekali-kali tiada boleh dibilangkan nama.
Barang siapa mengenal yang empat,
maka ia itulah orang ma'rifat
Barang siapa mengenal Allah,
suruh dan tegahnya tiada ia menyalah.
Barang siapa mengenal diri,
maka telah mengenal akan Tuhan yang bahari.
Barang siapa mengenal dunia,
tahulah ia barang yang terpedaya.
Barang siapa mengenal akhirat,
tahulah ia dunia melarat.
Gurindam II
Ini gurindam pasal yang kedua:
Barang siapa mengenal yang tersebut,
tahulah ia makna takut.
Barang siapa meninggalkan sembahyang,
seperti rumah tiada bertiang.
Barang siapa meninggalkan puasa,
tidaklah mendapat dua temasya.
Barang siapa meninggalkan zakat,
tiadalah hartanya beroleh berkat.
Barang siapa meninggalkan haji,
tiadalah ia menyempurnakan janji.
Gurindam III
Ini gurindam pasal yang ketiga:
Apabila terpelihara mata,
sedikitlah cita-cita.
Apabila terpelihara kuping,
khabar yang jahat tiadalah damping.
Apabila terpelihara lidah,
nescaya dapat daripadanya faedah.
Bersungguh-sungguh engkau memeliharakan tangan,
daripada segala berat dan ringan.
Apabila perut terlalu penuh,
keluarlah fi'il yang tiada senonoh.
Anggota tengah hendaklah ingat,
di situlah banyak orang yang hilang semangat
Hendaklah peliharakan kaki,
daripada berjalan yang membawa rugi.
Gurindam IV
Ini gurindam pasal yang keempat:
Hati kerajaan di dalam tubuh,
jikalau zalim segala anggota pun roboh.
Apabila dengki sudah bertanah,
datanglah daripadanya beberapa anak panah.
Mengumpat dan memuji hendaklah fikir,
di situlah banyak orang yang tergelincir.
Pekerjaan marah jangan dibela,
nanti hilang akal di kepala.
Jika sedikitpun berbuat bohong,
boleh diumpamakan mulutnya itu pekong.
Tanda orang yang amat celaka,
aib dirinya tiada ia sangka.
Bakhil jangan diberi singgah,
itupun perampok yang amat gagah.
Barang siapa yang sudah besar,
janganlah kelakuannya membuat kasar.
Barang siapa perkataan kotor,
mulutnya itu umpama ketur.
Di mana tahu salah diri,
jika tidak orang lain yang berperi.
Gurindam V
Ini gurindam pasal yang kelima:
Jika hendak mengenal orang berbangsa,
lihat kepada budi dan bahasa,
Jika hendak mengenal orang yang berbahagia,
sangat memeliharakan yang sia-sia.
Jika hendak mengenal orang mulia,
lihatlah kepada kelakuan dia.
Jika hendak mengenal orang yang berilmu,
bertanya dan belajar tiadalah jemu.
Jika hendak mengenal orang yang berakal,
di dalam dunia mengambil bekal.
Jika hendak mengenal orang yang baik perangai,
lihat pada ketika bercampur dengan orang ramai.
Gurindam VI
Ini gurindam pasal yang keenam:
Cahari olehmu akan sahabat,
yang boleh dijadikan obat.
Cahari olehmu akan guru,
yang boleh tahukan tiap seteru.
Cahari olehmu akan isteri,
yang boleh menyerahkan diri.
Cahari olehmu akan kawan,
pilih segala orang yang setiawan.
Cahari olehmu akan abdi,
yang ada baik sedikit budi,
Gurindam VII
Ini Gurindam pasal yang ketujuh:
Apabila banyak berkata-kata,
di situlah jalan masuk dusta.
Apabila banyak berlebih-lebihan suka,
itulah tanda hampir duka.
Apabila kita kurang siasat,
itulah tanda pekerjaan hendak sesat.
Apabila anak tidak dilatih,
jika besar bapanya letih.
Apabila banyak mencela orang,
itulah tanda dirinya kurang.
Apabila orang yang banyak tidur,
sia-sia sahajalah umur.
Apabila mendengar akan khabar,
menerimanya itu hendaklah sabar.
Apabila menengar akan aduan,
membicarakannya itu hendaklah cemburuan.
Apabila perkataan yang lemah-lembut,
lekaslah segala orang mengikut.
Apabila perkataan yang amat kasar,
lekaslah orang sekalian gusar.
Apabila pekerjaan yang amat benar,
tidak boleh orang berbuat onar.
Gurindam VIII
Ini gurindam pasal yang kedelapan:
Barang siapa khianat akan dirinya,
apalagi kepada lainnya.
Kepada dirinya ia aniaya,
orang itu jangan engkau percaya.
Lidah yang suka membenarkan dirinya,
daripada yang lain dapat kesalahannya.
Daripada memuji diri hendaklah sabar,
biar pada orang datangnya khabar.
Orang yang suka menampakkan jasa,
setengah daripada syirik mengaku kuasa.
Kejahatan diri sembunyikan,
kebaikan diri diamkan.
Keaiban orang jangan dibuka,
keaiban diri hendaklah sangka.
Gurindam IX
Ini gurindam pasal yang kesembilan:
Tahu pekerjaan tak baik,
tetapi dikerjakan,
bukannya manusia yaituiah syaitan.
Kejahatan seorang perempuan tua,
itulah iblis punya penggawa.
Kepada segaia hamba-hamba raja,
di situlah syaitan tempatnya manja.
Kebanyakan orang yang muda-muda,
di situlah syaitan tempat berkuda.
Perkumpulan laki-laki dengan perempuan,
di situlah syaitan punya jamuan.
Adapun orang tua yang hemat,
syaitan tak suka membuat sahabat
Jika orang muda kuat berguru,
dengan syaitan jadi berseteru.
Gurindam X
Ini gurindam pasal yang kesepuluh:
Dengan bapa jangan durhaka,
supaya Allah tidak murka.
Dengan ibu hendaklah hormat,
supaya badan dapat selamat.
Dengan anak janganlah lalai,
supaya boleh naik ke tengah balai.
Dengan isteri dan gundik janganlah alpa,
supaya kemaluan jangan menerpa.
Dengan kawan hendaklah adil supaya tangannya jadi kafill.
Gurindam XI
Ini gurindam pasal yang kesebelas:
Hendaklah berjasa,
kepada yang sebangsa.
Hendaklah jadi kepala,
buang perangai yang cela.
Hendaklah memegang amanat,
buanglah khianat.
Hendak marah,
dahulukan hajat.
Hendak dimulai,
jangan melalui.
Hendak ramai,
murahkan perangai.
Gurindam XII
Ini gurindam pasal yang kedua belas:
Gurindam 12, pasal yang ke 11 dan ke 12
Raja muafakat dengan menteri,
seperti kebun berpagarkan duri.
Betul hati kepada raja,
tanda jadi sebarang kerja.
Hukum adil atas rakyat,
tanda raja beroleh anayat.
Kasihan orang yang berilmu,
tanda rahmat atas dirimu.
Hormat akan orang yang pandai,
tanda mengenal kasa dan cindai.
Ingatkan dirinya mati,
itulah asal berbuat bakti.
Akhirat itu terlalu nyata,
kepada hati yang tidak buta.
Makam Engku Putri
Makam Engku Putri Permaisuri Sultan Mahmud ini terletak di pulau Penyengat Indra Sakti. Pulau Penyengat adalah milik Engku Putri, karena pulau ini dihadiahkan suaminya Sultan Mahmud Syah sebagai mas kawinnya sekitar tahun 1801-1802. Selain itu Engku Putri adalah pemegang regalia kerajaan Riau.
Bangunan makam terbuat dari beton, dikelilingi oleh pagar tembok pada tempat yang ketinggian. Dahulu atap bangunan makam dibuat bertingkat-tingkat dengan hiasan yang indah.
Di kompleks ini terdapat pula makam tokoh-tokoh terkemuka kerajaan Riau, seperti makam Raja Haji Abdullah (Marhum Mursyid)
Yang Dipertuan Muda Riau IX, makam raja Ali Haji, pujangga Riau yang terkenal “Gurindam Dua Belas”, makam Raja Haji Abdullah, makam Mahkamah Syariah kerajaan Riau-Lingga, makam Tengku Aisyah Putri - Yang Dipertuan Muda Riau IX, dan kerabat-kerabat Engku Putri yang lain.
Sejarah Riau mencatat bahwa Engku Putri (Raja Hamidah) adalah putri Raja Syahid Fisabilillah Marhum Teluk Ketapang - Yang Dipertuan Muda Riau IV - yang termashur sebagai pahlawan Riau dalam menentang penjajahan Belanda. Sebagai putri tokoh ternama, Engku Putri besar peranannya dalam pemerintahan kerajaan Riau, sebab selain memegang regalia (alat-alat kebesaran kerajaan) beliau adalah permaisuri Sultan Mahmud, dan tangan kanan dari Raja Jaafar - Yang Dipertuan Muda Riau VI.
Sebagai pemegang regalia kerajaan, beliau sangatlah menentukan dalam penabalan sultan, karena penabalan itu haruslah dengan regalia kerajaan. Engku putri pernah pula melakukan perjalanan ke beberapa daerah lain, seperti ke Sukadana, Mempawah dan lain-lain untuk mempererat tali persaudaraan antara kerajaan Riau dengan kerajaan yang dikunjunginya.
Tokoh ternama dari kerajaan Riau ini mangkat di pulau Penyengat bulan Juli tahun 1884.
Mesjid Raya Sultan Riau
Mesjid yang menjadi kebanggaan orang Melayu Riau ini didirikan pada tanggal 1 Syawal 1249 H (1832 M) atas prakarsa Raja Abdurrahman, Yang Dipertuan Muda Riau VII. Bangunan mesjid ini seluruhnya terbuat dari beton, berukuran 18 x 19,80 meter. Di bagian dalam ruang utama terdapat empat buah tiang utama. Pada keempat sudut bangunan berdiri empat buah menara, sedangkan atapnya terdiri dari 13 buah kubah yang unik. Cerita masyarakat tempatan menyebutkan,untuk membangun mesjid ini, terutama untuk memperkuat beton kubah, menara dan bagian tertentu lainnya, dipergunakan bahan perekat dari campuran putih telur dan kapur. Pelaksanaan pembangunannya melibatkan seluruh lapisan masyarakat di kerajaan Riau, yang bekerja siang malam secara bergiliran.
Di dalam mesjid ini tersimpan pula kitab-kitab kuno (terutama yang menyangkut agama Islam) yang dulunya menjadi koleksi perpustakaan didirikan oleh Raja Muhammad Yusuf AI Ahmadi,Yang Dipertuan Muda Riau X. Benda lain yang menarik dan terdapat dalam mesjid ini adalah mimbarnya yang indah, serta kitab suci AI Qur’an tulisan tangan.
Bekas Gedung Tabib Kerajaan
Sisa gedung Engku Haji Daud ini hanya berupa empat bidang dinding tembok dengan beberapa buah rangka pintu dan jendela. Gedung ini dahulu dikenal dengan sebutan Gedung Engku Haji Daud atau Gedung Tabib Kerajaan, karena beliau adalah Tabib Kerajaan Riau. Bekas gedung ini banyak menarik pengunjung karena disamping peninggalan sejarah juga terletak di tengah kediaman ramai.
Makam Raja Haji
Raja Haji-Yang Dipertuan Muda Riau IV-adalah pahlawan Melayu yang amat termashur. Beliau berperang melawan penjajah Belanda sejak berusia muda sampai akhir hayatnya dalam peperangan hebat di Tetuk Ketapang tahun 1784.
Raja Haji yang hidup antara tahun 1727-1784 itu telah membuktikan dirinya sebagai pemimpin, hulubalang dan ulama. Para penulis sejarah mencatat, terutama pada tahun 1782-1784 cukup berpengaruh terhadap stabilitas sosial politik dan ekonomi di wilayah Nusantara dan negeri-negeri Belanda yang sangat tergantung terhadap sumber perekonomiannya di Timur.
Pihak Belanda bahkan menganggap bahwa perang yang dipimpin Raja Haji adalah peperangan yang cukup besar dan sempat menggoncangkan kedudukan Belanda di Nusantara. Karena kepahlawanannya itulah, Raja Haji diagungkan masyarakat Melayu, disebut dengan gelar Raja Haji Fisabilillah Marhum Teluk Ketapang.
Ketika beliau mangkat dalam peperangan hebat di Teluk Ketapang, jenazahnya kemudian dibawa ke Malaka dan dikebumikan disana. Baru beberapa tahun kemudian jenazah beliau dibawa ke pulau Penyengat dan disemayamkan dalam makam yang terletak di Bukit Selatan pulau Penyengat, bersebelahan dengan makam Habib Syekh, seorang ulama terkemuka di kerajaan Riau-Lingga.
Makam Raja Jaafar
Raja Jaafar - Yang Dipertuan Muda Riau VI - adalah putra Raja Haji Sahid Fisabilillah Marhum Teluk Ketapang. Raja Jaafar menjadi Yang Dipertuan Muda Riau VI tahun 1806-1831. Ketika mangkatnya digelar Marhum Kampung Ladi.
Kompleks makam almarhum Raja Jaafar seluruhnya dibuat dari beton, indah dan kokoh. Pada makam ini terdapat pilar-pilar, kubah-kubah dari beton yang dihiasi ornamen yang menarik. Di luar cungkup makam ini, dalam kompleks makam terdapat pula kolam air yang dilengkapi tangga batu tempat berwuduk. Di kompleks makam ini terdapat pula makam-makam keluarga bangsawan lainnya.
Makam Raja Abdurrakhman
Raja Abdurrakhman - Yang Dipertuan Muda Riau VII - ketika mangkatnya digelar Marhum Kampung Bulang. Raja Abdurrakhman menjadi Yang Dlpertuan Muda Riau tahun 1832-1844. Beliau terkenal aktif dalam menggalakkan pembangunan di pulau ini, serta taat beribadah. Salah satu hasil upaya beliau yang utama adalah pembangunan Mesjid Raya Penyengat. Karena jasanya itutah, ketika beliau meninggal dunia jenazahnya dikebumikan hanya beberapa ratus meter di bagian belakang mesjid, terdapat pada sebuah lereng bukit.
Bekas Istana Sultan Abdurrakhman Muazzam Syah
Bangunan bekas istana Sultan Riau yang terakhir ini hanya berupa puing-puing belaka dahulu. Istana ini disebut Kedaton, dengan lapangan luas di sekitarnya.
Istana ini mulai rusak sejak Sultan Abdurrakhman Muazzam Syah (1833-1911) meninggalkan Penyengat karena dimusuhi Belanda, akibat sikap beliau menentang pemerintahan Betanda tahun 1911. Beliau segera ke Daik dan bergegas meninggalkan Daik dan untuk selanjutnya bermukim di Singapura sampai akhir hayatnya. Sejak itu istana ini tinggal terlantar dan akhirnya runtuh sama sekali, kini tinggal puingnya.
Bekas Gedung Tengku Bilik
Bangunan ini bertingkat dua, walaupun sudah rusak tapi bentuk aslinya masih kelihatan. Bentuk bangunannya merupakan ciri-ciri kesukaan para bangsawan Melayu akhir abad XIX, karena seni bangunan seperti itu masih ditemui di Singapura (istana Kampung Gelam), di Johor dan tempat-tempat lain di semenanjung Malaysia. Bangunan ini masih ditempati sampai masa Perang Dunia II dan sekarang masih menarik pengunjung yang datang ke pulau Penyengat.
Pemilik gedung ini, yaitu Tengku Bilik, adik sultan Riau terakhir, bersuamikan Tengku Abdul Kadir.
Gudang Mesiu
Tak seberapa jauh dari Mesjid Raya Penyengat terdapat bangunan kecil yang seluruhnya terbuat dari beton, tampak amatlah kokoh dengan temboknya setebal satu hasta dengan jendela-jendela kecil berjeriji besi.
Sesuai dengan namanya, gedung ini dahulunya tempat menyimpan mesiu, yang oleh penduduk di daerah ini disebut obat bedil. Melihat gedung ini akan memberi bayangan betapa siapnya kerajaan Riau - Lingga dalam menentang penjajahan di negerinya.
Dahulu, menurut cerita tempatan, di pulau ini terdapat empat buah gedung tempat menyimpan mesiu dan kini hanya tinggal satu ini.
Kubu dan Parit Pertahanan
Di Penyengat terdapat kubu dan parit pertahanan kerajaan Riau dalam peperangan melawan Belanda tahun 1782-1784. Kubu-kubu ini terletak di bukit Penggawa, bukit Tengah dan bukit Kursi. Dahulu, kubu-kubu ini seluruhnya dilengkapi dengan meriam dalam berbagai ukuran. Bagi para wisatawan yang berkunjung, kubu ini amatlah menarik, karena selain mengandung nilai sejarah juga pemandangan alam dari kubu-kubu ini sangat indah pula.
Balai Adat Indra Perkasa
Gedung dengan arsitektur tradisional Melayu Kepulauan ini dijadikan Balai Adat untuk memperagakan berbagai bentuk upacara adat Melayu. Letaknya di tepi pantai menghadap laut lepas, amatlah mempesona.
Di dalam gedung ini dapat dilihat tata ruangan dan beberapa benda kelengkapan adat Resam Melayu atau beberapa atraksi kesenian yang diadakan untuk menghormati tamu tertentu.
Makam Engku Putri
Makam Engku Putri Permaisuri Sultan Mahmud ini terletak di pulau Penyengat Indra Sakti. Pulau Penyengat adalah milik Engku Putri, karena pulau ini dihadiahkan suaminya Sultan Mahmud Syah sebagai mas kawinnya sekitar tahun 1801-1802. Selain itu Engku Putri adalah pemegang regalia kerajaan Riau.
Bangunan makam terbuat dari beton, dikelilingi oleh pagar tembok pada tempat yang ketinggian. Dahulu atap bangunan makam dibuat bertingkat-tingkat dengan hiasan yang indah.
Di kompleks ini terdapat pula makam tokoh-tokoh terkemuka kerajaan Riau, seperti makam Raja Haji Abdullah (Marhum Mursyid)
Yang Dipertuan Muda Riau IX, makam raja Ali Haji, pujangga Riau yang terkenal “Gurindam Dua Belas”, makam Raja Haji Abdullah, makam Mahkamah Syariah kerajaan Riau-Lingga, makam Tengku Aisyah Putri - Yang Dipertuan Muda Riau IX, dan kerabat-kerabat Engku Putri yang lain.
Sejarah Riau mencatat bahwa Engku Putri (Raja Hamidah) adalah putri Raja Syahid Fisabilillah Marhum Teluk Ketapang - Yang Dipertuan Muda Riau IV - yang termashur sebagai pahlawan Riau dalam menentang penjajahan Belanda. Sebagai putri tokoh ternama, Engku Putri besar peranannya dalam pemerintahan kerajaan Riau, sebab selain memegang regalia (alat-alat kebesaran kerajaan) beliau adalah permaisuri Sultan Mahmud, dan tangan kanan dari Raja Jaafar - Yang Dipertuan Muda Riau VI.
Sebagai pemegang regalia kerajaan, beliau sangatlah menentukan dalam penabalan sultan, karena penabalan itu haruslah dengan regalia kerajaan. Engku putri pernah pula melakukan perjalanan ke beberapa daerah lain, seperti ke Sukadana, Mempawah dan lain-lain untuk mempererat tali persaudaraan antara kerajaan Riau dengan kerajaan yang dikunjunginya.
Tokoh ternama dari kerajaan Riau ini mangkat di pulau Penyengat bulan Juli tahun 1884.
Mesjid Raya Sultan Riau
Mesjid yang menjadi kebanggaan orang Melayu Riau ini didirikan pada tanggal 1 Syawal 1249 H (1832 M) atas prakarsa Raja Abdurrahman, Yang Dipertuan Muda Riau VII. Bangunan mesjid ini seluruhnya terbuat dari beton, berukuran 18 x 19,80 meter. Di bagian dalam ruang utama terdapat empat buah tiang utama. Pada keempat sudut bangunan berdiri empat buah menara, sedangkan atapnya terdiri dari 13 buah kubah yang unik. Cerita masyarakat tempatan menyebutkan,untuk membangun mesjid ini, terutama untuk memperkuat beton kubah, menara dan bagian tertentu lainnya, dipergunakan bahan perekat dari campuran putih telur dan kapur. Pelaksanaan pembangunannya melibatkan seluruh lapisan masyarakat di kerajaan Riau, yang bekerja siang malam secara bergiliran.
Di dalam mesjid ini tersimpan pula kitab-kitab kuno (terutama yang menyangkut agama Islam) yang dulunya menjadi koleksi perpustakaan didirikan oleh Raja Muhammad Yusuf AI Ahmadi,Yang Dipertuan Muda Riau X. Benda lain yang menarik dan terdapat dalam mesjid ini adalah mimbarnya yang indah, serta kitab suci AI Qur’an tulisan tangan.
Bekas Gedung Tabib Kerajaan
Sisa gedung Engku Haji Daud ini hanya berupa empat bidang dinding tembok dengan beberapa buah rangka pintu dan jendela. Gedung ini dahulu dikenal dengan sebutan Gedung Engku Haji Daud atau Gedung Tabib Kerajaan, karena beliau adalah Tabib Kerajaan Riau. Bekas gedung ini banyak menarik pengunjung karena disamping peninggalan sejarah juga terletak di tengah kediaman ramai.
Makam Raja Haji
Raja Haji-Yang Dipertuan Muda Riau IV-adalah pahlawan Melayu yang amat termashur. Beliau berperang melawan penjajah Belanda sejak berusia muda sampai akhir hayatnya dalam peperangan hebat di Tetuk Ketapang tahun 1784.
Raja Haji yang hidup antara tahun 1727-1784 itu telah membuktikan dirinya sebagai pemimpin, hulubalang dan ulama. Para penulis sejarah mencatat, terutama pada tahun 1782-1784 cukup berpengaruh terhadap stabilitas sosial politik dan ekonomi di wilayah Nusantara dan negeri-negeri Belanda yang sangat tergantung terhadap sumber perekonomiannya di Timur.
Pihak Belanda bahkan menganggap bahwa perang yang dipimpin Raja Haji adalah peperangan yang cukup besar dan sempat menggoncangkan kedudukan Belanda di Nusantara. Karena kepahlawanannya itulah, Raja Haji diagungkan masyarakat Melayu, disebut dengan gelar Raja Haji Fisabilillah Marhum Teluk Ketapang.
Ketika beliau mangkat dalam peperangan hebat di Teluk Ketapang, jenazahnya kemudian dibawa ke Malaka dan dikebumikan disana. Baru beberapa tahun kemudian jenazah beliau dibawa ke pulau Penyengat dan disemayamkan dalam makam yang terletak di Bukit Selatan pulau Penyengat, bersebelahan dengan makam Habib Syekh, seorang ulama terkemuka di kerajaan Riau-Lingga.
Makam Raja Jaafar
Raja Jaafar - Yang Dipertuan Muda Riau VI - adalah putra Raja Haji Sahid Fisabilillah Marhum Teluk Ketapang. Raja Jaafar menjadi Yang Dipertuan Muda Riau VI tahun 1806-1831. Ketika mangkatnya digelar Marhum Kampung Ladi.
Kompleks makam almarhum Raja Jaafar seluruhnya dibuat dari beton, indah dan kokoh. Pada makam ini terdapat pilar-pilar, kubah-kubah dari beton yang dihiasi ornamen yang menarik. Di luar cungkup makam ini, dalam kompleks makam terdapat pula kolam air yang dilengkapi tangga batu tempat berwuduk. Di kompleks makam ini terdapat pula makam-makam keluarga bangsawan lainnya.
Makam Raja Abdurrakhman
Raja Abdurrakhman - Yang Dipertuan Muda Riau VII - ketika mangkatnya digelar Marhum Kampung Bulang. Raja Abdurrakhman menjadi Yang Dlpertuan Muda Riau tahun 1832-1844. Beliau terkenal aktif dalam menggalakkan pembangunan di pulau ini, serta taat beribadah. Salah satu hasil upaya beliau yang utama adalah pembangunan Mesjid Raya Penyengat. Karena jasanya itutah, ketika beliau meninggal dunia jenazahnya dikebumikan hanya beberapa ratus meter di bagian belakang mesjid, terdapat pada sebuah lereng bukit.
Bekas Istana Sultan Abdurrakhman Muazzam Syah
Bangunan bekas istana Sultan Riau yang terakhir ini hanya berupa puing-puing belaka dahulu. Istana ini disebut Kedaton, dengan lapangan luas di sekitarnya.
Istana ini mulai rusak sejak Sultan Abdurrakhman Muazzam Syah (1833-1911) meninggalkan Penyengat karena dimusuhi Belanda, akibat sikap beliau menentang pemerintahan Betanda tahun 1911. Beliau segera ke Daik dan bergegas meninggalkan Daik dan untuk selanjutnya bermukim di Singapura sampai akhir hayatnya. Sejak itu istana ini tinggal terlantar dan akhirnya runtuh sama sekali, kini tinggal puingnya.
Bekas Gedung Tengku Bilik
Bangunan ini bertingkat dua, walaupun sudah rusak tapi bentuk aslinya masih kelihatan. Bentuk bangunannya merupakan ciri-ciri kesukaan para bangsawan Melayu akhir abad XIX, karena seni bangunan seperti itu masih ditemui di Singapura (istana Kampung Gelam), di Johor dan tempat-tempat lain di semenanjung Malaysia. Bangunan ini masih ditempati sampai masa Perang Dunia II dan sekarang masih menarik pengunjung yang datang ke pulau Penyengat.
Pemilik gedung ini, yaitu Tengku Bilik, adik sultan Riau terakhir, bersuamikan Tengku Abdul Kadir.
Gudang Mesiu
Tak seberapa jauh dari Mesjid Raya Penyengat terdapat bangunan kecil yang seluruhnya terbuat dari beton, tampak amatlah kokoh dengan temboknya setebal satu hasta dengan jendela-jendela kecil berjeriji besi.
Sesuai dengan namanya, gedung ini dahulunya tempat menyimpan mesiu, yang oleh penduduk di daerah ini disebut obat bedil. Melihat gedung ini akan memberi bayangan betapa siapnya kerajaan Riau - Lingga dalam menentang penjajahan di negerinya.
Dahulu, menurut cerita tempatan, di pulau ini terdapat empat buah gedung tempat menyimpan mesiu dan kini hanya tinggal satu ini.
Kubu dan Parit Pertahanan
Di Penyengat terdapat kubu dan parit pertahanan kerajaan Riau dalam peperangan melawan Belanda tahun 1782-1784. Kubu-kubu ini terletak di bukit Penggawa, bukit Tengah dan bukit Kursi. Dahulu, kubu-kubu ini seluruhnya dilengkapi dengan meriam dalam berbagai ukuran. Bagi para wisatawan yang berkunjung, kubu ini amatlah menarik, karena selain mengandung nilai sejarah juga pemandangan alam dari kubu-kubu ini sangat indah pula.
Balai Adat Indra Perkasa
Gedung dengan arsitektur tradisional Melayu Kepulauan ini dijadikan Balai Adat untuk memperagakan berbagai bentuk upacara adat Melayu. Letaknya di tepi pantai menghadap laut lepas, amatlah mempesona.
Di dalam gedung ini dapat dilihat tata ruangan dan beberapa benda kelengkapan adat Resam Melayu atau beberapa atraksi kesenian yang diadakan untuk menghormati tamu tertentu.
v
Sultan Riau Grand Mosque
Penyengat Island atau dalam bahasa Indonesianya adalah Pulau Penyengat. Pulau ini menjadi salah satu objek wisata sejarah andalan dari Propinsi Kepulauan Riau - Indonesia. Penyengat, berasal dari kata “Sengat” yang kononnya pada zaman dahulu pulau yang belum berpenghuni ini disinggahi oleh para nelayan/pelaut untuk mendapatkan air bersih. Suatu saat ada seorang nelayan yang sedang asik mengambil air, entah kenapa nelayan tersebut dikejar oleh sekelompok binatang kecil (seperti lebah) yang memiliki sengat. Nelayan tersebut berlari ketakutan sambil meneriakkan kata2 “Penyengat… penyengat… penyengat”. Sejak saat itu, pulau ini dikenal sebagai pulau Penyengat.
Pulau ini terletak hanya sekitar 6 Km laut atau sekitar 15 menit dari kota Tanjung Pinang. Transportasi yang digunakan dari Kota Tanjung Pinang ke Pulau penyengat adalah perahu motor kecil atau yang lebih dikenal dengan sebutan pompong, pompong tersebut dapat memuat kurang lebih 20-30 orang. Ongkos yang diperlukan untuk sekali jalan Rp 5.000,00. Jika ingin menyewa sebuah pompong dalam sekali jalan dikenakan biaya Rp 50.000,00. Sebagai alat transportasi selama di pulau ini, kita dapat menggunakan becak motor. Becak tersebut ditarik dengan menggunakan sepeda motor. Biayanyapun relatif murah, begantung dari tempat yang ingin kita capai. Jika kita ingin menggunakan jasa becak ini untuk mengelilingi pulau, dikenakan biaya Rp 20.000,00.
Pada masa pemerintahan Sultan Riau, pulau penyengat dijadikan markas pemerintahannya ditanah melayu. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya peninggalan-peninggalan sejarah pada masa lalu. Selain sebagai markas pemerintahan, pulau penyengat juga menjadi benteng terdepan dalam menghadang serangan penjajah Belanda.
Sultan Riau yang terkenal adalah Sultan Riau IV dengan gelarnya Raja Haji Fisabilillah. Beliau merupakan pahlawan nasional yang membela tanah melayu dalam peperangan melawan tentara Belanda. Pulau penyengat juga merupakan sebuah mahar (mas kawin) dari Sultan Mahmud yang merupakan keturunan dari Raja Haji Fisabilillah kepada Raja Hamidah a.k.a Engku Putri. Hampir seluruh keturunan raja-raja tersebut dimakamkan dipulau ini. Hal ini dapat kita lihat dari banyaknya makam raja-raja di berbagai tempat dipulau ini.
Makam Raja-Raja Riau (Kiri), Makam Raja Ali Haji (Kanan)
Selain pahlawan peperangan melawan penjajah Belanda, negeri melayu Riau juga memiliki seorang pahlawan nasional dalam bidang sastra dan bahasa Indonesia. Raja Ali Haji begitulah masyarakat Riau mengenalnya. Raja Ali Haji merupakan pujangga terkenal dengan hasil karyanya Gurindam 12. 12 pasal syair melayu yang berisikan petuah dan ajaran kepada seluruh umat manusia untuk saling hormat-menghormati, toleransi dan berbuat baik kepada sesama. Selain itu juga terdapat pesan-pesan agama Islam yang memberikan ajaran kepada pemeluknya.
Makam Raja Hamidah a.k.a Engku Putri
Sebagai salah satu objek wisata budaya, hal yang dapat dilihat dari Pulau Penyengat adalah keindahan Mesjid Raya Sultan Riau. Mesjid tersebut kononnya merupakan sebuah istana yang dibangun tanpa semen. Bahan utamanya adalah batu bata yang dibuat dari tanah liat dan dilekatkan dengan putih telur. Untuk mewarnai mesjid tersebut digunakan kuning telur. Alhasil mesjid tersebut masih berwarna kuning hingga saat ini. Memang untuk saat ini pengecetan tidak lagi dilakukan dengan menggunakan bahan dasar telur. Penduduk setempat mengatakan bahwa, mesjid tersebut tidak akan pernah penuh walaupun digunakan oleh banyak kalangan untuk melakukan ibadah. Sebagai sebuah istana yang tidah terlalu megah, memang ukuran mesjid ini tidak terlalu besar. Setiap hari jumat banyak wisatawan yang menyempatkan diri untuk sholat dimesjid ini, selain penduduk lokal tentunya.
Benteng Bukit Kursi
Bukti dari pusat pertahanan semasa peperangan dapat dilihat dari adanya sebuah benteng diatas bukit. Benteng tersebut terkenal dengan nama Bukit Kursi. Sebagai sebuah pusat pertahanan, benten ini memiliki beberapa buah meriam yang menghadap kelaut. Meriam-meriam tersebut sangat strategis letaknya, yang setiap saat siap diledakkan jika kapan musuh mendekat.
Balai Adat Pulau Penyengat
Satu lagi peninggalan sejarah yang dapat kita kunjungi adalah Balai Adat. Balai Adat merupakan tempat penyimpanan perkakas-perkakas raja dan tuan putri. Balai ada ini juga memiliki pelaminan tempat dilangsungkannya pesta pernikahan. Menurut masyarakat setempat, dibawah balai ada ini terdapat sebuah sumur yang memiliki mata air jernih dan dari dahulu hingga sekarang ukuran airnya tidak pernah berkurang sedikitpun.
Penyengat Inderasakti
Peta lokasi pulau Penyengat Inderasakti
{{{peta2}}}
Koordinat
Negara
Indonesia
Gugus kepulauan
Kepulauan Riau
Provinsi
Kepulauan Riau
Kabupaten
Garis pantai
-
Luas
- km²
Populasi
-
Kota terbesar
{{{kota terbesar}}}
(?)
Selamat Datang di Pulau Penyengat
Masjid raya Sultan Riau di pulau Penyengat
Pulau Penyengat atau Pulau Penyengat Inderasakti dalam sebutan sumber-sumber sejarah, adalah sebuah pulau kecil yang berjarak kurang lebih 6 km dari kota Tanjung Pinang, ibukota dari propinsi Kepulauan Riau. Pulau ini berukuran kurang lebih hanya 2.500 x 750 m, dan berjarak lebih kurang 35 km dari pulau Batam. Pulau ini dapat dituju dengan menggunakan perahu bot atau lebih dikenal bot pompong. Dengan menggunakan bot pompong, waktu yang bisa ditempuh kurang lebih dalam waktu 15 menit.
Makam raja-raja (Raja Ja'afar dan Raja Ali Marhum Kantor) yang berada di tengah-tengah pulau Penyengat
Pulau Penyengat merupakan salah satu obyek wisata di Kepulauan Riau. Salah satu objek yang bisa kita liat adalah Masjid Raya Sultan Riau yang terbuat dari putih telur, makam-makam para raja, makam dari pahlawan nasional Raja Ali Haji, kompleks Istana Kantor dan benteng pertahanan di Bukit Kursi.
Kompleks Istana Kantor sebagai objek pariwisata di pulau Penyengat
Sejarah
Pada abad ke-18, Raja Haji membangun sebuah benteng di Pulau Penyengat, benteng tersebut tepatnya berada di Bukit Kursi, disana ditempatkan beberapa meriam sebagai basis pertahanan Bintan Ia menguasai wilayah istrinya Raja Hamidah tahun 1804. Anaknya kemudian memerintah seluruh kepulauan Riau dari Pulau Penyengat. Sementara itu, saudara laki-lakinya memerintah di Pulau Lingga di sebelah selatan dan mendirikan Kesultanan Lingga-Riau.
Makam Engku Putri Raja Hamidah (wafat 12/7/1844)
Gurindam 12 merupakan puisi, hasil karya Raja Ali Haji seorang sastrawan dan Pahlawan Nasional dari Pulau Penyengat, Provinsi Kepulauan Riau.
Gurindam I
Ini gurindam pasal yang pertama:
Barang siapa tiada memegang agama,
sekali-kali tiada boleh dibilangkan nama.
Barang siapa mengenal yang empat,
maka ia itulah orang ma'rifat
Barang siapa mengenal Allah,
suruh dan tegahnya tiada ia menyalah.
Barang siapa mengenal diri,
maka telah mengenal akan Tuhan yang bahari.
Barang siapa mengenal dunia,
tahulah ia barang yang terpedaya.
Barang siapa mengenal akhirat,
tahulah ia dunia melarat.
Gurindam II
Ini gurindam pasal yang kedua:
Barang siapa mengenal yang tersebut,
tahulah ia makna takut.
Barang siapa meninggalkan sembahyang,
seperti rumah tiada bertiang.
Barang siapa meninggalkan puasa,
tidaklah mendapat dua temasya.
Barang siapa meninggalkan zakat,
tiadalah hartanya beroleh berkat.
Barang siapa meninggalkan haji,
tiadalah ia menyempurnakan janji.
Gurindam III
Ini gurindam pasal yang ketiga:
Apabila terpelihara mata,
sedikitlah cita-cita.
Apabila terpelihara kuping,
khabar yang jahat tiadalah damping.
Apabila terpelihara lidah,
nescaya dapat daripadanya faedah.
Bersungguh-sungguh engkau memeliharakan tangan,
daripada segala berat dan ringan.
Apabila perut terlalu penuh,
keluarlah fi'il yang tiada senonoh.
Anggota tengah hendaklah ingat,
di situlah banyak orang yang hilang semangat
Hendaklah peliharakan kaki,
daripada berjalan yang membawa rugi.
Gurindam IV
Ini gurindam pasal yang keempat:
Hati kerajaan di dalam tubuh,
jikalau zalim segala anggota pun roboh.
Apabila dengki sudah bertanah,
datanglah daripadanya beberapa anak panah.
Mengumpat dan memuji hendaklah fikir,
di situlah banyak orang yang tergelincir.
Pekerjaan marah jangan dibela,
nanti hilang akal di kepala.
Jika sedikitpun berbuat bohong,
boleh diumpamakan mulutnya itu pekong.
Tanda orang yang amat celaka,
aib dirinya tiada ia sangka.
Bakhil jangan diberi singgah,
itupun perampok yang amat gagah.
Barang siapa yang sudah besar,
janganlah kelakuannya membuat kasar.
Barang siapa perkataan kotor,
mulutnya itu umpama ketur.
Di mana tahu salah diri,
jika tidak orang lain yang berperi.
Gurindam V
Ini gurindam pasal yang kelima:
Jika hendak mengenal orang berbangsa,
lihat kepada budi dan bahasa,
Jika hendak mengenal orang yang berbahagia,
sangat memeliharakan yang sia-sia.
Jika hendak mengenal orang mulia,
lihatlah kepada kelakuan dia.
Jika hendak mengenal orang yang berilmu,
bertanya dan belajar tiadalah jemu.
Jika hendak mengenal orang yang berakal,
di dalam dunia mengambil bekal.
Jika hendak mengenal orang yang baik perangai,
lihat pada ketika bercampur dengan orang ramai.
Gurindam VI
Ini gurindam pasal yang keenam:
Cahari olehmu akan sahabat,
yang boleh dijadikan obat.
Cahari olehmu akan guru,
yang boleh tahukan tiap seteru.
Cahari olehmu akan isteri,
yang boleh menyerahkan diri.
Cahari olehmu akan kawan,
pilih segala orang yang setiawan.
Cahari olehmu akan abdi,
yang ada baik sedikit budi,
Gurindam VII
Ini Gurindam pasal yang ketujuh:
Apabila banyak berkata-kata,
di situlah jalan masuk dusta.
Apabila banyak berlebih-lebihan suka,
itulah tanda hampir duka.
Apabila kita kurang siasat,
itulah tanda pekerjaan hendak sesat.
Apabila anak tidak dilatih,
jika besar bapanya letih.
Apabila banyak mencela orang,
itulah tanda dirinya kurang.
Apabila orang yang banyak tidur,
sia-sia sahajalah umur.
Apabila mendengar akan khabar,
menerimanya itu hendaklah sabar.
Apabila menengar akan aduan,
membicarakannya itu hendaklah cemburuan.
Apabila perkataan yang lemah-lembut,
lekaslah segala orang mengikut.
Apabila perkataan yang amat kasar,
lekaslah orang sekalian gusar.
Apabila pekerjaan yang amat benar,
tidak boleh orang berbuat onar.
Gurindam VIII
Ini gurindam pasal yang kedelapan:
Barang siapa khianat akan dirinya,
apalagi kepada lainnya.
Kepada dirinya ia aniaya,
orang itu jangan engkau percaya.
Lidah yang suka membenarkan dirinya,
daripada yang lain dapat kesalahannya.
Daripada memuji diri hendaklah sabar,
biar pada orang datangnya khabar.
Orang yang suka menampakkan jasa,
setengah daripada syirik mengaku kuasa.
Kejahatan diri sembunyikan,
kebaikan diri diamkan.
Keaiban orang jangan dibuka,
keaiban diri hendaklah sangka.
Gurindam IX
Ini gurindam pasal yang kesembilan:
Tahu pekerjaan tak baik,
tetapi dikerjakan,
bukannya manusia yaituiah syaitan.
Kejahatan seorang perempuan tua,
itulah iblis punya penggawa.
Kepada segaia hamba-hamba raja,
di situlah syaitan tempatnya manja.
Kebanyakan orang yang muda-muda,
di situlah syaitan tempat berkuda.
Perkumpulan laki-laki dengan perempuan,
di situlah syaitan punya jamuan.
Adapun orang tua yang hemat,
syaitan tak suka membuat sahabat
Jika orang muda kuat berguru,
dengan syaitan jadi berseteru.
Gurindam X
Ini gurindam pasal yang kesepuluh:
Dengan bapa jangan durhaka,
supaya Allah tidak murka.
Dengan ibu hendaklah hormat,
supaya badan dapat selamat.
Dengan anak janganlah lalai,
supaya boleh naik ke tengah balai.
Dengan isteri dan gundik janganlah alpa,
supaya kemaluan jangan menerpa.
Dengan kawan hendaklah adil supaya tangannya jadi kafill.
Gurindam XI
Ini gurindam pasal yang kesebelas:
Hendaklah berjasa,
kepada yang sebangsa.
Hendaklah jadi kepala,
buang perangai yang cela.
Hendaklah memegang amanat,
buanglah khianat.
Hendak marah,
dahulukan hajat.
Hendak dimulai,
jangan melalui.
Hendak ramai,
murahkan perangai.
Gurindam XII
Ini gurindam pasal yang kedua belas:
Gurindam 12, pasal yang ke 11 dan ke 12
Raja muafakat dengan menteri,
seperti kebun berpagarkan duri.
Betul hati kepada raja,
tanda jadi sebarang kerja.
Hukum adil atas rakyat,
tanda raja beroleh anayat.
Kasihan orang yang berilmu,
tanda rahmat atas dirimu.
Hormat akan orang yang pandai,
tanda mengenal kasa dan cindai.
Ingatkan dirinya mati,
itulah asal berbuat bakti.
Akhirat itu terlalu nyata,
kepada hati yang tidak buta.
Makam Engku Putri
Makam Engku Putri Permaisuri Sultan Mahmud ini terletak di pulau Penyengat Indra Sakti. Pulau Penyengat adalah milik Engku Putri, karena pulau ini dihadiahkan suaminya Sultan Mahmud Syah sebagai mas kawinnya sekitar tahun 1801-1802. Selain itu Engku Putri adalah pemegang regalia kerajaan Riau.
Bangunan makam terbuat dari beton, dikelilingi oleh pagar tembok pada tempat yang ketinggian. Dahulu atap bangunan makam dibuat bertingkat-tingkat dengan hiasan yang indah.
Di kompleks ini terdapat pula makam tokoh-tokoh terkemuka kerajaan Riau, seperti makam Raja Haji Abdullah (Marhum Mursyid)
Yang Dipertuan Muda Riau IX, makam raja Ali Haji, pujangga Riau yang terkenal “Gurindam Dua Belas”, makam Raja Haji Abdullah, makam Mahkamah Syariah kerajaan Riau-Lingga, makam Tengku Aisyah Putri - Yang Dipertuan Muda Riau IX, dan kerabat-kerabat Engku Putri yang lain.
Sejarah Riau mencatat bahwa Engku Putri (Raja Hamidah) adalah putri Raja Syahid Fisabilillah Marhum Teluk Ketapang - Yang Dipertuan Muda Riau IV - yang termashur sebagai pahlawan Riau dalam menentang penjajahan Belanda. Sebagai putri tokoh ternama, Engku Putri besar peranannya dalam pemerintahan kerajaan Riau, sebab selain memegang regalia (alat-alat kebesaran kerajaan) beliau adalah permaisuri Sultan Mahmud, dan tangan kanan dari Raja Jaafar - Yang Dipertuan Muda Riau VI.
Sebagai pemegang regalia kerajaan, beliau sangatlah menentukan dalam penabalan sultan, karena penabalan itu haruslah dengan regalia kerajaan. Engku putri pernah pula melakukan perjalanan ke beberapa daerah lain, seperti ke Sukadana, Mempawah dan lain-lain untuk mempererat tali persaudaraan antara kerajaan Riau dengan kerajaan yang dikunjunginya.
Tokoh ternama dari kerajaan Riau ini mangkat di pulau Penyengat bulan Juli tahun 1884.
Mesjid Raya Sultan Riau
Mesjid yang menjadi kebanggaan orang Melayu Riau ini didirikan pada tanggal 1 Syawal 1249 H (1832 M) atas prakarsa Raja Abdurrahman, Yang Dipertuan Muda Riau VII. Bangunan mesjid ini seluruhnya terbuat dari beton, berukuran 18 x 19,80 meter. Di bagian dalam ruang utama terdapat empat buah tiang utama. Pada keempat sudut bangunan berdiri empat buah menara, sedangkan atapnya terdiri dari 13 buah kubah yang unik. Cerita masyarakat tempatan menyebutkan,untuk membangun mesjid ini, terutama untuk memperkuat beton kubah, menara dan bagian tertentu lainnya, dipergunakan bahan perekat dari campuran putih telur dan kapur. Pelaksanaan pembangunannya melibatkan seluruh lapisan masyarakat di kerajaan Riau, yang bekerja siang malam secara bergiliran.
Di dalam mesjid ini tersimpan pula kitab-kitab kuno (terutama yang menyangkut agama Islam) yang dulunya menjadi koleksi perpustakaan didirikan oleh Raja Muhammad Yusuf AI Ahmadi,Yang Dipertuan Muda Riau X. Benda lain yang menarik dan terdapat dalam mesjid ini adalah mimbarnya yang indah, serta kitab suci AI Qur’an tulisan tangan.
Bekas Gedung Tabib Kerajaan
Sisa gedung Engku Haji Daud ini hanya berupa empat bidang dinding tembok dengan beberapa buah rangka pintu dan jendela. Gedung ini dahulu dikenal dengan sebutan Gedung Engku Haji Daud atau Gedung Tabib Kerajaan, karena beliau adalah Tabib Kerajaan Riau. Bekas gedung ini banyak menarik pengunjung karena disamping peninggalan sejarah juga terletak di tengah kediaman ramai.
Makam Raja Haji
Raja Haji-Yang Dipertuan Muda Riau IV-adalah pahlawan Melayu yang amat termashur. Beliau berperang melawan penjajah Belanda sejak berusia muda sampai akhir hayatnya dalam peperangan hebat di Tetuk Ketapang tahun 1784.
Raja Haji yang hidup antara tahun 1727-1784 itu telah membuktikan dirinya sebagai pemimpin, hulubalang dan ulama. Para penulis sejarah mencatat, terutama pada tahun 1782-1784 cukup berpengaruh terhadap stabilitas sosial politik dan ekonomi di wilayah Nusantara dan negeri-negeri Belanda yang sangat tergantung terhadap sumber perekonomiannya di Timur.
Pihak Belanda bahkan menganggap bahwa perang yang dipimpin Raja Haji adalah peperangan yang cukup besar dan sempat menggoncangkan kedudukan Belanda di Nusantara. Karena kepahlawanannya itulah, Raja Haji diagungkan masyarakat Melayu, disebut dengan gelar Raja Haji Fisabilillah Marhum Teluk Ketapang.
Ketika beliau mangkat dalam peperangan hebat di Teluk Ketapang, jenazahnya kemudian dibawa ke Malaka dan dikebumikan disana. Baru beberapa tahun kemudian jenazah beliau dibawa ke pulau Penyengat dan disemayamkan dalam makam yang terletak di Bukit Selatan pulau Penyengat, bersebelahan dengan makam Habib Syekh, seorang ulama terkemuka di kerajaan Riau-Lingga.
Makam Raja Jaafar
Raja Jaafar - Yang Dipertuan Muda Riau VI - adalah putra Raja Haji Sahid Fisabilillah Marhum Teluk Ketapang. Raja Jaafar menjadi Yang Dipertuan Muda Riau VI tahun 1806-1831. Ketika mangkatnya digelar Marhum Kampung Ladi.
Kompleks makam almarhum Raja Jaafar seluruhnya dibuat dari beton, indah dan kokoh. Pada makam ini terdapat pilar-pilar, kubah-kubah dari beton yang dihiasi ornamen yang menarik. Di luar cungkup makam ini, dalam kompleks makam terdapat pula kolam air yang dilengkapi tangga batu tempat berwuduk. Di kompleks makam ini terdapat pula makam-makam keluarga bangsawan lainnya.
Makam Raja Abdurrakhman
Raja Abdurrakhman - Yang Dipertuan Muda Riau VII - ketika mangkatnya digelar Marhum Kampung Bulang. Raja Abdurrakhman menjadi Yang Dlpertuan Muda Riau tahun 1832-1844. Beliau terkenal aktif dalam menggalakkan pembangunan di pulau ini, serta taat beribadah. Salah satu hasil upaya beliau yang utama adalah pembangunan Mesjid Raya Penyengat. Karena jasanya itutah, ketika beliau meninggal dunia jenazahnya dikebumikan hanya beberapa ratus meter di bagian belakang mesjid, terdapat pada sebuah lereng bukit.
Bekas Istana Sultan Abdurrakhman Muazzam Syah
Bangunan bekas istana Sultan Riau yang terakhir ini hanya berupa puing-puing belaka dahulu. Istana ini disebut Kedaton, dengan lapangan luas di sekitarnya.
Istana ini mulai rusak sejak Sultan Abdurrakhman Muazzam Syah (1833-1911) meninggalkan Penyengat karena dimusuhi Belanda, akibat sikap beliau menentang pemerintahan Betanda tahun 1911. Beliau segera ke Daik dan bergegas meninggalkan Daik dan untuk selanjutnya bermukim di Singapura sampai akhir hayatnya. Sejak itu istana ini tinggal terlantar dan akhirnya runtuh sama sekali, kini tinggal puingnya.
Bekas Gedung Tengku Bilik
Bangunan ini bertingkat dua, walaupun sudah rusak tapi bentuk aslinya masih kelihatan. Bentuk bangunannya merupakan ciri-ciri kesukaan para bangsawan Melayu akhir abad XIX, karena seni bangunan seperti itu masih ditemui di Singapura (istana Kampung Gelam), di Johor dan tempat-tempat lain di semenanjung Malaysia. Bangunan ini masih ditempati sampai masa Perang Dunia II dan sekarang masih menarik pengunjung yang datang ke pulau Penyengat.
Pemilik gedung ini, yaitu Tengku Bilik, adik sultan Riau terakhir, bersuamikan Tengku Abdul Kadir.
Gudang Mesiu
Tak seberapa jauh dari Mesjid Raya Penyengat terdapat bangunan kecil yang seluruhnya terbuat dari beton, tampak amatlah kokoh dengan temboknya setebal satu hasta dengan jendela-jendela kecil berjeriji besi.
Sesuai dengan namanya, gedung ini dahulunya tempat menyimpan mesiu, yang oleh penduduk di daerah ini disebut obat bedil. Melihat gedung ini akan memberi bayangan betapa siapnya kerajaan Riau - Lingga dalam menentang penjajahan di negerinya.
Dahulu, menurut cerita tempatan, di pulau ini terdapat empat buah gedung tempat menyimpan mesiu dan kini hanya tinggal satu ini.
Kubu dan Parit Pertahanan
Di Penyengat terdapat kubu dan parit pertahanan kerajaan Riau dalam peperangan melawan Belanda tahun 1782-1784. Kubu-kubu ini terletak di bukit Penggawa, bukit Tengah dan bukit Kursi. Dahulu, kubu-kubu ini seluruhnya dilengkapi dengan meriam dalam berbagai ukuran. Bagi para wisatawan yang berkunjung, kubu ini amatlah menarik, karena selain mengandung nilai sejarah juga pemandangan alam dari kubu-kubu ini sangat indah pula.
Balai Adat Indra Perkasa
Gedung dengan arsitektur tradisional Melayu Kepulauan ini dijadikan Balai Adat untuk memperagakan berbagai bentuk upacara adat Melayu. Letaknya di tepi pantai menghadap laut lepas, amatlah mempesona.
Di dalam gedung ini dapat dilihat tata ruangan dan beberapa benda kelengkapan adat Resam Melayu atau beberapa atraksi kesenian yang diadakan untuk menghormati tamu tertentu.
Makam Engku Putri
Makam Engku Putri Permaisuri Sultan Mahmud ini terletak di pulau Penyengat Indra Sakti. Pulau Penyengat adalah milik Engku Putri, karena pulau ini dihadiahkan suaminya Sultan Mahmud Syah sebagai mas kawinnya sekitar tahun 1801-1802. Selain itu Engku Putri adalah pemegang regalia kerajaan Riau.
Bangunan makam terbuat dari beton, dikelilingi oleh pagar tembok pada tempat yang ketinggian. Dahulu atap bangunan makam dibuat bertingkat-tingkat dengan hiasan yang indah.
Di kompleks ini terdapat pula makam tokoh-tokoh terkemuka kerajaan Riau, seperti makam Raja Haji Abdullah (Marhum Mursyid)
Yang Dipertuan Muda Riau IX, makam raja Ali Haji, pujangga Riau yang terkenal “Gurindam Dua Belas”, makam Raja Haji Abdullah, makam Mahkamah Syariah kerajaan Riau-Lingga, makam Tengku Aisyah Putri - Yang Dipertuan Muda Riau IX, dan kerabat-kerabat Engku Putri yang lain.
Sejarah Riau mencatat bahwa Engku Putri (Raja Hamidah) adalah putri Raja Syahid Fisabilillah Marhum Teluk Ketapang - Yang Dipertuan Muda Riau IV - yang termashur sebagai pahlawan Riau dalam menentang penjajahan Belanda. Sebagai putri tokoh ternama, Engku Putri besar peranannya dalam pemerintahan kerajaan Riau, sebab selain memegang regalia (alat-alat kebesaran kerajaan) beliau adalah permaisuri Sultan Mahmud, dan tangan kanan dari Raja Jaafar - Yang Dipertuan Muda Riau VI.
Sebagai pemegang regalia kerajaan, beliau sangatlah menentukan dalam penabalan sultan, karena penabalan itu haruslah dengan regalia kerajaan. Engku putri pernah pula melakukan perjalanan ke beberapa daerah lain, seperti ke Sukadana, Mempawah dan lain-lain untuk mempererat tali persaudaraan antara kerajaan Riau dengan kerajaan yang dikunjunginya.
Tokoh ternama dari kerajaan Riau ini mangkat di pulau Penyengat bulan Juli tahun 1884.
Mesjid Raya Sultan Riau
Mesjid yang menjadi kebanggaan orang Melayu Riau ini didirikan pada tanggal 1 Syawal 1249 H (1832 M) atas prakarsa Raja Abdurrahman, Yang Dipertuan Muda Riau VII. Bangunan mesjid ini seluruhnya terbuat dari beton, berukuran 18 x 19,80 meter. Di bagian dalam ruang utama terdapat empat buah tiang utama. Pada keempat sudut bangunan berdiri empat buah menara, sedangkan atapnya terdiri dari 13 buah kubah yang unik. Cerita masyarakat tempatan menyebutkan,untuk membangun mesjid ini, terutama untuk memperkuat beton kubah, menara dan bagian tertentu lainnya, dipergunakan bahan perekat dari campuran putih telur dan kapur. Pelaksanaan pembangunannya melibatkan seluruh lapisan masyarakat di kerajaan Riau, yang bekerja siang malam secara bergiliran.
Di dalam mesjid ini tersimpan pula kitab-kitab kuno (terutama yang menyangkut agama Islam) yang dulunya menjadi koleksi perpustakaan didirikan oleh Raja Muhammad Yusuf AI Ahmadi,Yang Dipertuan Muda Riau X. Benda lain yang menarik dan terdapat dalam mesjid ini adalah mimbarnya yang indah, serta kitab suci AI Qur’an tulisan tangan.
Bekas Gedung Tabib Kerajaan
Sisa gedung Engku Haji Daud ini hanya berupa empat bidang dinding tembok dengan beberapa buah rangka pintu dan jendela. Gedung ini dahulu dikenal dengan sebutan Gedung Engku Haji Daud atau Gedung Tabib Kerajaan, karena beliau adalah Tabib Kerajaan Riau. Bekas gedung ini banyak menarik pengunjung karena disamping peninggalan sejarah juga terletak di tengah kediaman ramai.
Makam Raja Haji
Raja Haji-Yang Dipertuan Muda Riau IV-adalah pahlawan Melayu yang amat termashur. Beliau berperang melawan penjajah Belanda sejak berusia muda sampai akhir hayatnya dalam peperangan hebat di Tetuk Ketapang tahun 1784.
Raja Haji yang hidup antara tahun 1727-1784 itu telah membuktikan dirinya sebagai pemimpin, hulubalang dan ulama. Para penulis sejarah mencatat, terutama pada tahun 1782-1784 cukup berpengaruh terhadap stabilitas sosial politik dan ekonomi di wilayah Nusantara dan negeri-negeri Belanda yang sangat tergantung terhadap sumber perekonomiannya di Timur.
Pihak Belanda bahkan menganggap bahwa perang yang dipimpin Raja Haji adalah peperangan yang cukup besar dan sempat menggoncangkan kedudukan Belanda di Nusantara. Karena kepahlawanannya itulah, Raja Haji diagungkan masyarakat Melayu, disebut dengan gelar Raja Haji Fisabilillah Marhum Teluk Ketapang.
Ketika beliau mangkat dalam peperangan hebat di Teluk Ketapang, jenazahnya kemudian dibawa ke Malaka dan dikebumikan disana. Baru beberapa tahun kemudian jenazah beliau dibawa ke pulau Penyengat dan disemayamkan dalam makam yang terletak di Bukit Selatan pulau Penyengat, bersebelahan dengan makam Habib Syekh, seorang ulama terkemuka di kerajaan Riau-Lingga.
Makam Raja Jaafar
Raja Jaafar - Yang Dipertuan Muda Riau VI - adalah putra Raja Haji Sahid Fisabilillah Marhum Teluk Ketapang. Raja Jaafar menjadi Yang Dipertuan Muda Riau VI tahun 1806-1831. Ketika mangkatnya digelar Marhum Kampung Ladi.
Kompleks makam almarhum Raja Jaafar seluruhnya dibuat dari beton, indah dan kokoh. Pada makam ini terdapat pilar-pilar, kubah-kubah dari beton yang dihiasi ornamen yang menarik. Di luar cungkup makam ini, dalam kompleks makam terdapat pula kolam air yang dilengkapi tangga batu tempat berwuduk. Di kompleks makam ini terdapat pula makam-makam keluarga bangsawan lainnya.
Makam Raja Abdurrakhman
Raja Abdurrakhman - Yang Dipertuan Muda Riau VII - ketika mangkatnya digelar Marhum Kampung Bulang. Raja Abdurrakhman menjadi Yang Dlpertuan Muda Riau tahun 1832-1844. Beliau terkenal aktif dalam menggalakkan pembangunan di pulau ini, serta taat beribadah. Salah satu hasil upaya beliau yang utama adalah pembangunan Mesjid Raya Penyengat. Karena jasanya itutah, ketika beliau meninggal dunia jenazahnya dikebumikan hanya beberapa ratus meter di bagian belakang mesjid, terdapat pada sebuah lereng bukit.
Bekas Istana Sultan Abdurrakhman Muazzam Syah
Bangunan bekas istana Sultan Riau yang terakhir ini hanya berupa puing-puing belaka dahulu. Istana ini disebut Kedaton, dengan lapangan luas di sekitarnya.
Istana ini mulai rusak sejak Sultan Abdurrakhman Muazzam Syah (1833-1911) meninggalkan Penyengat karena dimusuhi Belanda, akibat sikap beliau menentang pemerintahan Betanda tahun 1911. Beliau segera ke Daik dan bergegas meninggalkan Daik dan untuk selanjutnya bermukim di Singapura sampai akhir hayatnya. Sejak itu istana ini tinggal terlantar dan akhirnya runtuh sama sekali, kini tinggal puingnya.
Bekas Gedung Tengku Bilik
Bangunan ini bertingkat dua, walaupun sudah rusak tapi bentuk aslinya masih kelihatan. Bentuk bangunannya merupakan ciri-ciri kesukaan para bangsawan Melayu akhir abad XIX, karena seni bangunan seperti itu masih ditemui di Singapura (istana Kampung Gelam), di Johor dan tempat-tempat lain di semenanjung Malaysia. Bangunan ini masih ditempati sampai masa Perang Dunia II dan sekarang masih menarik pengunjung yang datang ke pulau Penyengat.
Pemilik gedung ini, yaitu Tengku Bilik, adik sultan Riau terakhir, bersuamikan Tengku Abdul Kadir.
Gudang Mesiu
Tak seberapa jauh dari Mesjid Raya Penyengat terdapat bangunan kecil yang seluruhnya terbuat dari beton, tampak amatlah kokoh dengan temboknya setebal satu hasta dengan jendela-jendela kecil berjeriji besi.
Sesuai dengan namanya, gedung ini dahulunya tempat menyimpan mesiu, yang oleh penduduk di daerah ini disebut obat bedil. Melihat gedung ini akan memberi bayangan betapa siapnya kerajaan Riau - Lingga dalam menentang penjajahan di negerinya.
Dahulu, menurut cerita tempatan, di pulau ini terdapat empat buah gedung tempat menyimpan mesiu dan kini hanya tinggal satu ini.
Kubu dan Parit Pertahanan
Di Penyengat terdapat kubu dan parit pertahanan kerajaan Riau dalam peperangan melawan Belanda tahun 1782-1784. Kubu-kubu ini terletak di bukit Penggawa, bukit Tengah dan bukit Kursi. Dahulu, kubu-kubu ini seluruhnya dilengkapi dengan meriam dalam berbagai ukuran. Bagi para wisatawan yang berkunjung, kubu ini amatlah menarik, karena selain mengandung nilai sejarah juga pemandangan alam dari kubu-kubu ini sangat indah pula.
Balai Adat Indra Perkasa
Gedung dengan arsitektur tradisional Melayu Kepulauan ini dijadikan Balai Adat untuk memperagakan berbagai bentuk upacara adat Melayu. Letaknya di tepi pantai menghadap laut lepas, amatlah mempesona.
Di dalam gedung ini dapat dilihat tata ruangan dan beberapa benda kelengkapan adat Resam Melayu atau beberapa atraksi kesenian yang diadakan untuk menghormati tamu tertentu.
v
Diposting oleh
pak guru teddy